3.1. Zonasi Wilayah Pesisir dan
Lautan
Ekosisiten laut dapat dipandang dari dimensi
horizontal dan vertikal. Secara horizontal, laut dapat dibagi menjadi dua yaitu
laut pesisir (zona neritik) yang meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas
(lautan atau zona oseanik). Pemintakatan atau zonasi (zonation) perairan laut dapat pula dilakukan atas dasar
faktor-faktor fisik dan penyebaran komunitas biotanya. Seluruh perairan laut
terbuka disebut sebagai daerah pelagis. Organisme pelagis adalah organisme yang
hidup di laut terbuka dan lepas dari dasar laut. Zona dasar laut berserta
organismanya disebut daerah dan organisme bentik.
Pembagian wilayah laut secara
vertikal dilakukan berdasarkan intensitas cahaya matahari yang memasuki kolom
perairan, yaitu zona fotik dan zona afotik. Zona fotik adalah kolom perairan laut
yang masih mendapatkan cahaya matahari. Pada zona inilah proses fotosintesa
serta berbagai macam proses fisik, kimia, dan biologi berlangsungyang antara
lain dapat mempengaruhi distribusi unsur hara dalam perairan laut, penyebaran
gas-gas dari atmosfer, dan pertukaran gas yang dapat menyediakan oksigen bagi
organisme nabati laut. Zona ini disebut juga sebagai zona epipelagis.pada umumnya batas zona fotik adalah hingga
kedalaman 50-150 m. Zona afotik adalah daerah yang secara terus menerus dalam
keadaan gelap, tidak mendapatkan cahaya matahari. Secara vertikal zona afotik
pada kawasan pelagis juga dapat dibagi lagi kedalam beberapa zona, yaitu;
- zona mesapelagis, zona ini
merupakan bagian teratas dari zona afotik sampai kedalaman 700-1.000 m
atau hingga isoterm 100 C,
- zona batipelagis terletak
pada daerah yang memiliki suhu berkisar antara 100-40
C dengan kedalaman antara 700-1.000 m dan 2.000-4.000 m,
- zona abisal pelagis
terletak di atas dataran pasang surut (pasut) laut sampai kedalaman 6000
m,
- zona hadal pelagis zona
ini merupakan perairan terbuka dari palung laut dalam dengan kedlaman
6.000-10.000 m.
Pembagian
zona dasar laut atau bentik berkaitan erat dengan ketiga zona pelagis afotik
yang telah diuraikan di atas. Zona batial adalah daerah dasar yang mencakup
lereng benua sampai kedalaman 4.000 m. Zona abisal termasuk dataran abisal yang
luas dari palung laut dengan kedalaman antara 4.000-6.000 m. Zona hadal adalah
zona pada palung laut dengan kedalaman antara 6.000-10.000 m. Zona bentik di
bawah zona neritik pelagis pada paparan benua disebut sublitoral atau zona
paparan. Zona ini dihuni oleh berbagai organisme dan terdiri atas berbagai
komunitas seperti padang lamun, rumput laut, dan terumbu karang. Daerah pantai
yang terletak antara pasang tertinggi dengan surut terendah disebut zona
intertidal atau litoral. Zona litoral merupakan daerah peralihan antara kondisi
lautan ke kondisi dataran sehingga berbagai macam organisme terdapat dalam zona
ini.
3.2.
Geologi Wilayah Pesisir dan Lautan
Menurut salah satu teori (teori lama
dan konvensional), secara geografis perairan Indonesia terbagi atas dua kawasan
yaitu kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia. Kawasan barat
Indonesiakecuali Kalimantan dicikan oleh kawasan vulkanik, sedangkan kawasan timur
Indonesia kecuali Sulawesi dicirikan oleh kawasan nonvulkanik. Kawasan timur
Indonesia di kebanyakan tempat didapati batuan tua berumur pra-tertier yang
disebut batuan sekis kristalin. Jauh sebelum keadaan seperti tersebut di atas
seorang ahli bernama Abendanon menyebutkan bahwa pernah suatu ketika Indonesia
seluruhnya berupa daratan yang disebut Dataran Aquinoctia berumum kambrium.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa hal tersebut dimungkinkan karena tidak
dijumpainya batuan sedimen berumum kambrium yang dicirikan oleh fosil
trilibita, sehingga disebutkan bahwa Indonesia saat itu merupakan sumber
detritus dimana material tersebut diendapakan pada cekungan Westralia. Versi
mutakhir yang menjelaskan bentuk nusantara dan lebih populer adalah konsep
tektonik lempeng (plate tectonic).
Konsep ini dapat menjelaskan lebih gablang tentang asal-usul gunungapi
Indonesia, dan menjelaskan fenomena-fenomena geologi serta dapat memperkirakan
keberadaan daerah yang berpeluang memiliki sumberdaya mineral untuk bahan pertambangan.
Bentuk wilayah pesisir yang terletak
di antara daratan dan lautan selain ditentukan oleh kekerasan (resistivity) batuan, pola morfologi,
juga ditentukan oleh tahapan tektoniknya apakah stabil atau labil. Dalam batasa
geologi bentuk pesisir terdiri atas bentuk pantai berundak, terjadi di wilayah
pengangkatan aktif, dan prosesnya sampai saat ini masih terus berjalan.
Contohnya pesisir di pulau Timor, dimana pantainya dibentuk oleh undak-undak
terumbu karang, setriap undak terbentuk pada periode waktu yang berlainan, umur
saat terjadi pembentukan undak dari fosil Tridacna secara penanggalan
radiometri (radomatric dating),
bentuk pantai terjal, selain dikontrol oleh adanya struktur geologi, seperti
adanya pesesaran/patahan, juga keberadaan batuan dasarnya yang sangat resisten
terhadap abrasi gelombang laut. Bentuk pantai landai, selain dikontrol oleh
jenis batuan alasnya yang relatif lunak juga terletak di daerah yang relatif
stabil dari kegiatan tektonik atau daerah tingkat pasca tektonik (post tectonik stage), sehingga proses
erosi-pengangkutan-pengendapan berjalan tanpa gangguan kegiatan tektonik,
contohnya pantai utara jawa.
Gambaran relief (topografi) dasar
laut perairan Indoneiamerupakan yang terunik di dunia. Selain itu semua tipe
topografi dasar laut terdapat di perairan Indonesia seperti paparan (shelf) yang dangkal, depresi yang dalam
dengan berbagai bentuk (bsin, palung), berbagai bentuk elevasi berupa
punggungan (rise, ridge), gunung
bawah laut (sea mount), terumbu
karang dan sebagainya (Nontji, 1987). Berdasarkan jenisnya, di dunia terdapat
tiga jenis paparan benua yaitu;
1. paparan Glacial, umumnya
ditemukan pada sungai-sungai yang tidak memiliki aktivitas gletser (pencairan
es). Bentuk paparan ini cenderung tidak beraturan, dan memiliki dasar yang
berlumpur,
2. paparan sungai, lazim ditemukan
pada sungai-sungai yang tidak memiliki delta yang luas, dari pinggir luar delta
terjadi kemiringan yang landai ke arah laut, kedalaman paparan ini 11 m,
3. beberapa paparan benua memiliki
pola sepertilembah denritik. Jenis paparan ini mula-mula dangkal kemusian tepi
luarnya ke arah laut sering dijumpai lereng yang curam, sebagai hasil kegiatan
gletser pada masa lalu.
Kompleksnya
topografi dasar laut Indonesia disebabkan oleh di kawasan ini terjadi benturan
atau gesekan antara empat lempeng litosfer yakni lempeng Eurasia, Filipina,
Pasifik, dan Indo-Australia. Di Indonesia bagian timur terjadi pertemuan tiga
lempeng global yaitu; lempeng Australia yang menunjang ke arah Indonesia secara
tegak lurus ke arah utara, lempeng Pasifik yang menunjam ke arah utara Irian
Jaya (Papua) dan lempeng laut Filipina ke arah Halmahera. Dengan demikian
Indonesia bagian timur merupakan suatu wilayah yang sangat seismik aktif dengan
pusat-pusat gempa bumi pada jalur-jalur penunjaman lempeng. Gmpa bumi tektonik
yang terjadi pada batas lempeng yang menunjam ke bawah dasar laut akan
mengakibatkan juga tsunami, gelombang pasang yang menerjang pantai-pantai yang
berhadapan dengan darah penunjaman.
3.3. Geomorfologi
dan Fisiografi Wilayah Pesisir
Geomorfologi
adalah ilmu yang mempelajari bentang alam (land
scape), yang meliputi sifat dan karakteristik dari bentuk morfologi,
klasifikasi dan perbedaannya serta proses yang berhubungan terhadap pembentukan
morfologi tersebut. Secara garis besar bentuk permukaan bumi sekarang ini
terbentuk oleh beberapa proses alamiah, antara lain; (1) proses yang
berlangsung dari dalam bumi (endogen),
yang membentuk morfologi gunungapi, bentuk pegunungan lipatan, pegunungan
patahan, dan undak pantai, (2) proses desintegrasi/degradasi yang mengubah
bentuk permukaan bumi karena proses pelapukan (kimia, fisika) dan erosi menuju
proses perataan daratan, (3) proses agradasi yang membentuk permukaan bumi baru
dengan penumpukan/akumulasi hasil rombakan/erosi batuan pada daerah yang
rendah, pantai dan dasar laut, (4) proses biologis yang membentuk dataran bigenic seperti terumbu karan dan rawa
gambut. Proses lain yang sering berinteraksi dengan empat proses umum di atas,
dalam banyak hal ikut memberi kontribusi terhadap kecepatan pembentukan bentuk
morfologi yang ada seperti penggundulkan hutan yang mempercepat erosi dan
sedimentasi pantai, perubahan iklim global, pembuatan bendungan dan kontruksi
teknik sipil lain dan sebagainya. Untuk daerah pesisir dan lautan, konsep
bentuk morfologi di atas secara umum berlaku pula dalam proses pembntukan
morfologinya, meskipun proses yang berlangsung lebih spesifik. Parameter
oseanografi seperti pasang- surut, ombak, arus laut memegang peranan yang
dominan dalam pembentukan morfologi pantai.
Ombak
merupakan salah satupenyebab (agent)
yang berperan besar dalam pembentukan pantai. Ombak yang terjadi di laut dalam
umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di
dasarnya. Sebaliknya, ombak yang terdapat dekat pantai terutama di daerah
pecahan gelombang (breaker zone)
mempunyai eeenergi yang besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi
pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar
laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir (sand bar). Badai laut (strorm) dan tsunami yang membentuk ombak
yang sangat tinggi bahkan dapat memindahkan fragmen sedimen yang berukuran
lebih besar (kerikil) dari dasar laut kedaratan. Di samping mengakut sedimen
ombak juga berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut).
Daya penghancur ombak terhadap daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lai keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan,
kedalaman laut didepan pantai, bentuk pantai, terdapat atau tidaknya penghalang
(barrier) di muka pantai dan
sebagainya.
Berbeda
dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, terutama yang mengalair
sepanjang pantai (longshore current)
atau arus litoral., merupakan penyebab utama yang lain dalam membentuk
morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang
waktu yang lama, dapat pula terjadi karena ombak yang membentur pantai secara
miring. Berbeda dengan peran ombak yang mengangkut sedimen yang tegak lurus
terhadap arah ombak, arus laut mampu membawa sedimen yang mengapung (suspended sediments) maupun yang
terdapat di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan arah pergerakan arus,umumnya
menyebar sepanjang garis pantai. Bentuk morfologi yang dihasilkan oleh arus
laut berupa spit, tombolo, beach rigdes atau akumulasi sedimen di sekitar jetty
dan tanggul pantai menujukkan hasil kerja arus. Dalam hal tertentu arus laut
dapat pula berfungsi sebagai penyebab terjadinya abrasi pantai.
Pengaruh
pasang-surut laut terhadap pembentukan morfologi pantai tidak terlalu besar
dibandingkan dengan pengruh ombak dan arus laut. Meskipun demikian,
pasang-surut laut mempengaruhi dinamika air disekitar pantai. Pergerakan air
akibat pasang-surut dapat diamati dalam estuaria atau muara sungai yang lebar.
Di tempat seperti itu, pada saat air tawar mengalir ke arah laut di atas massa
air asin yang bergerk ke arah darat. Pergerakan air asin ke arah darat akan
mengangkat massa air tawar lebih ke atas dan sering kali meluap melampaui
tanggul sungai. Bersamaan dengan melimpahnya air tersebut, suspensi sedimen
akan terbawa dan mengendap di luar lembahnya. Sebaliknya pada waktu surut massa
air asin akan bergerk ke arah laut serta pemperlancar aliran air tawar di
atasnya. Arus pasang-surut yang terjadi umumnya tidak terlalu kuat untuk
mengakat sedimen berbutir kasar kucualisedimen berbutir halus (lempung).
Keseimbangan
anatara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen di
muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah
sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut,
maka pantai akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen
melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam mengangkutnya, maka dataran pantai
akan bertambah. Kasus terakhir terlihat dalam pembentukan dataran delta.
3.4.
Struktur dan Tipologi Ekosistem Pesisir dan Lautan
sebagai wilayah peralihan,
ekosistem pesisir memiliki struktur komunitas dan tipologi yang berbeda dengan
ekosistem lainnya. Untuk lebih memahami struktur komunitas dan tipologi
ekosistem tersebut di atas, maka berikut ini akan diuraikan secara rinsi:
3.4.1.
Struktur Ekosisten Pesisir dan Lautan
dalam ekosistem perairan (tawar,
pesisr, dan lautan) berbagai jasad hidup (biotik) dan lingkungan fisik
(abiotik) merupakan satu kesatuan yang tiak dapat dipisahkan dan saling
terkait. Dua komponen ini saling berinteraksi satu dengan yang lainnya,
sehingga terjadi pertukaran zat (energi) di antara keduanya.
Komponen abiotik merupakan faktor
pendukung bagi kelangsungan hidup organisme. Dalamekosistem pesisir, komponen
abiotik tersebut terdiri atas unsur dan senyawa anorganik, senyawa organik dan
iklim. Unsur dan senyawa anorganik adalah C,N, CO2, dan H2O.
Sedangkan senyawa organik terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, dan protein.
Faktor iklim yang memegang peranan penting dalam perairan adalah suhu.
Ekosistem pesisir memiliki struktur yang khas, hal ini disebabkan ekosistem
tersebut merupakan daerah peralihan antara ekosistem daratan dan ekosistem
lautan. Secara umum ekosistem perairan pesisir terdiri atas produser, konsumer,
dan pengurai.
Organisme produser adalah organisme
yang dapat menghasilkan makanan sendiri melalui proses fotosintesis. Komponen
produser terdiri atas produser makro dan mikro. Komponen-komponen makro ini
termasuk barbagai jenis rumput laut yang ada dalam perairan, sedangkan produser
mikro adalah berbagai jenis fitoplankton yang berukuran relatif kecil.
Organisme konsumen merupakan organisme yang memanfaatkan hasil dari aktivitas
organisme produsen. Komponen konsumer makro terdiri atas berbagai jenis ikan,
mamalia, krustasea, dan berbagai jenis organisme laut lainnya, sedangkan
komponen konsumer mikro terdiri atas jenis-jenis zooplankton yang sangat kecil.
Organisme pengurai (dekomposer)
adalah organisme yang melakukan perombakan atas berbagai materi organik yang
dimanfaatkan kembali oleh seluruh komponen biologi (tumbuhan air) yang adan.
Komponen pengurai di aperairan pesisir didominasi oleh berbagai jenis bakteri.
3.4.2.
Tipologi Ekosistem Pesisir
Tipe ekosistem pesisir Indonesia
beserta daerah penyebarannya dapat dideskripsikan sebagai berikut (Kartawinata
dan Soemodihardjo, 1976, Nontji, 1987, dalam Dahuri, dkk, 2001).
A.
Ekosistem Pesisir yang Secara Permanen atau Berkala Tergenang Air
1.
Hutam Mangrove
hutan mangrove sering disebut
sebagai hutan pantai, hutan pasang-surut , hutan payau, atau hutan bakau. Akan
tetapi, hutan bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari salah satu jenis
tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu jenis Rhizopora spp.hutan mangrove
merupakan tipe hutan tropika yang khas
tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Mangrove banyak dijumpai wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran
ombakdan daerah yang landai. Mongrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang
memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung
lumpur. Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat terus
hidup ddi perairan laut dangkal. Daya adaptasi tersebut meliputi (Nybakken,
1988, dalam Dahuri, dkk, 2001);
- perakaran yang pendek dan
melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dari
batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya batang,
- berdaun kuat dan
mengandung banyak air,
- mempunyai jaringan
internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi. Beberapa
tumbuhan mangrove mempunyai kelenjar garam yang menolong keseimbangan osmotik
dengan mengeluarkan garam
Parameter
lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan hutan mangrove
yairu;
- suplai air tawar dan
salinitas
ketersediaan air
tawar tergantung pada: (a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan
irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang-surut, dan,
(c) tingkat evaporasi ke atmosfer.
- pasokan nutrien
pasokan nutrien
bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait,
meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta
pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring makan berbasis
detritus (detrital food web).
Konsentrasi relatif dan nisbah (rasio) optimal dari nutrien yang diperlukan
untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem mangrove ditentukan oleh; (1)
frekuensi, jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar, (2)
dinamika sirkulasi internal dari kompleks detrrritus (Odum, 1992, dalam Dahuri,
2001).
- stabilitas substrat
ketabilan substrat,
rasio antara erosi dan perubahan letak sedimen diatur oleh velositas air tawar,
muatan sedimen, semburan air pasang-surut dan gerak angin. Arti penting dari
perubahan sedimen terhadap spesies hutan mangrove tergambar dari kemampuan
hutan mangrove untuk menahan akibat yang menimpa ekosistemnya. Pokok-pokok
perubahan sedimentasi dalam ambang batas krritis meliputi; (a) penggumpalan
sedimen yang diikuti oleh kolonisasi oleh hutan mangrove,(b) nutrien, bahan
pencemar dan endapan lumpur yang dapat menyimpan nutrien dan menyaring bahan
beracun (waste toxic).
2.
Padang Lamun (sea grass beds)
Lamun (sea
grass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri
untuk hidup terbenam di dalam laut. Lamun hidup di perairan dangkal agak
berpasir sering juga dijumpai di terumbu karang. Padang lamun ini merupakan
ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Secara ekologis padang lamun
memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu;
- sumber utama produktivitas
primer,
- sumber makanan penting
bagi organisme (dalam bentuk detritus),
- menstabilkan dasar yang
lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling silang,
- tempat berlindung
organisme,
- tempat persebaran bagi
beberapa spesies yang menghabiskan massa dewasanya di lingkungan ini,
misalnya udang dan ikan beronang,
- sebagai peredam arus
sehingga menjadikan perairan di sekitarnya tenang,
- sebagai tudung pelindung
dari panas matahari yang kuat bagi pnghuninya (Nybakken, 1988).
Parameter
lingkungan utama yang mempengaruhi kelestarian padang lamun ditentukan oleh
beberapa parameter. Parameter lingkungan yang paling penting adalah: (!)
kecerahan, (2) temperatur, (3) salinitas, (4) subtrat, (5) kecepatan arus
perairan.
- kecarahan
kebutuhan padang
lamun akan intensitas cahaya yang tinggi untuk membantu proses fotosintesis
diperlihatkan dengan observasi dimana dstribusi padang lamun terbatas pada
kedalaman tidak lebih dari 10 m. Beberapa aktivitas yang meningkatkan muatan
sedimentasi pada badan air akan berakibat pada tingginya tubiditas residu
sehingga berpotensi untuk mengurangi penetrasi cahaya. Hal ini dapat mengganggu
produktivitas primer dari ekosistem padang lamun.
- temperatur
walaupun spesies
padang lamun menyebar luas secara geografi dan hal ini mengidentifikasikan
adanya kisaran yang luas terhadap toleransi temperatur, tetapi spsies padang
lamun daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan iklim.
Kisaran temperatur optimal bagi spssies padang lamun adalah 280-300
C dan kemampuan proses fotosintesis akan
menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal
tersebut.
- salinitas
walaupun spesies
padang lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda, namun
sebagian besar memiliki kisaran yang lebih lebar terhadap salinitas yaitu
antara 10400/00. nilai optimun toleransi terhadap
salinitas di air laut adalah 350/00. penurunan salinitas
akan menurunkan kemampuan fososintesis spesies ekosistem padang lamun.
- substrat
padang lamun hidup
pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang
terdiri atas 40% endapan lumpur dan finemud.
Kebutuhan substrat yang paling utama bagi pengembangan padang lamun adalah
kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalam substrat dalam stabilitas sedimen
mencakup dua hal yaitu; (1) perlindungan tanaman dari arus air laut, (2) tempat
pengolahan dan pemasok nutrien.
- kecepatan arus
produktivitas
padang lamun tampak dari pengaruh keadaan kecepatan arus perairan. Dari
beberapa contaoh padang lamun menunjukkan produksi standing crop 262 gram berat
kering/m2 dimana produksi totalnya adalah 4.570 gram berat kering/m2.
3.
Terumbu Karang (coral reef)
Terumbu karang merupakan ekosistem
yang khas terdapat di daerah tropis. Meskipun terumbu karang ditemukan di
seluruh perairan dunia, tetapi hanya di daerah tropis terumbu karang dapat
berkembang dengan baik. Terumbu karang terbentuk dari endapat-endapan masif
terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang (filum scnedaria, klas anthozoa, ordo
madreporaria scleractinia), alga berkapur dan organisme-organisme lain yang
mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1988, dalam Dahuru, dkk, 2001).
Distribusi dan stabilitas terumbu karang bergantung pada beberapa parameter
fisika yaitu; (1) kecerahan, (2) temperatur, (3) salinitas, (4) kecepatan arus
air, sirkulasi dan sedimentasi.
- kecerahan
Radiasi sinar
matahari memegang peranan penting dalam pembentukan karang. Penetrasi sinar
menentukan kedalaman dimana proses fotosintesis terjadi pada organisme alga
bentik dan zooxanthellae dari jaringan terumbu. Produksi primer yang dihasilkan
oleh terumbu karang dakibatkan oleh aktivitas
zooxanthellae. Sehingga distibusi vertikal terumbu karang hanya mencapai
kedalam efektif sekitar 10 m dari permukaan laut. Hal ini disebabkan oleh
kebutuhan sinar matahari masih dapat terpenuhi pada kedalam tersebut.
- temperatus
Terumbu karang
tumbuh optimal pada kisaran suhu antara 250-290.namun
suhu di luar kisaran tersebut masih bisa ditolerir oleh spsies tertentu dari
terumbu karang untuk dapat berkembang dengan baik.
- salinitas
Banyak spesies
terumbu karang yang peka terhadap perubahan salinitas yang (naik-turun) besar.
Umumnya, terumbu karang dengan baik di sekitar area pesisir dengan salinitas
30350/00. meskipun terumbu karang mampu bertahan pada
salinitas di luar kisaran tersebut, namun pertumbuhannya kurang baik
dibandingkan pada salinitas yang normal.
- kecepatan arus air,
sirkulasi dan sedimentasi
Kondisi sedimen
yang tinggi akan menyebabkan turunnya kualitas terumbu karang. Hal ini dapat
diterangkan dengan adanya suspensi dan sedimentasi yang mengganggu respirasi
dari terumbu karang. Selain itu juga dapat mengganggu kebiasaan makan terumbu
karang.
4.
Rumput Laut (sea weeds)
Rumput laut tumbuh pada perairan
yang memiliki substrat keras yang kokoh untuk tempat melekat. Tumbuhan rumput
laut ini hanya dapat hidup pada perairan yang cukup mendapat cahaya. Pada
perairan yang jernih rumput laut dapat tumbuh hingga kedalaman 20-30 m.
Tumbuhan rumput laut juga dipengaruhi oleh suhu. Padang rumput laut tidak
terdapat pada daerah sedang, hangat dan tropis tetapi tumbuh pada perairan yang
sejuk. Rumput laut mendapat makanan
langsung dari air laut. Nutrien dihantarkan langsung melalui upwelling,
turbulensi dan masukan dari daratan. Parameter lingkungan utama untuk ekosistem
rumput laut adalah (1) kekeruhan/kecerahan air, (2) kandungan padatan terlarut
dan tersuspensi, (3) arus laut.
5. Estuaria
Estuaria
adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan air laut
bertemu dan bercampur. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur.
Substrat berlumpur ini merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air
laut. Diantara partikel yang mengendap di estuaria kebanyakan bersifat organik.
Ada tiga komponen fauna di estuaria yaitu fauna lautan, air tawar, dan payau
atau estuaria. Paameter lingkungan utama untuk ekositem estuariaadalah (1)alran
sungai, seperti limbah, toksikan, sedimen dan nutrien, (3) sifat-sifat fisik air
laut, seperti pasang-surut, arus laut, dan gelombang.
6. Pantai Berpasir (sandy beach)
Kebanyakan
pantai berpasir dterdiri atas kwarsa dan felsfar,bagian yang paling banyak dan
keras sisa-sisa pelapukan batu di gunung.
Di daerah tertentu lainnya sisa-sisa pecahan terumbu karang yang
dominan. Pantai berpasir dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat
mengangkut partikel-partikel yang halus dan ringan. Parameter utama bagi daerah
pantai berpasir adalah; (1) pola arus yang akan mengangkut pasir yang halus,
(2) gelombang yang akan melepaskan energinya di pantai, (3) angin yang juga
sebagaimedia pengangkut pasir.
7. Pantai Berbatu (rocky beach)
Pantai
berbatu merupakan pantai yang berbatu-atu memanjang ke arah laut dan terbenam
air. Batu yang terbenam di air ini menciptakan zonasi habitat karena adanya
perubahan naik-turunnya permukaan air laut akibat proses pasang yang
menyebabkan adanya bagian yang selalu tergenang air, selalu terbuka terhadap
matahari,serta zona di antaranya yang tergenang pada pasang naik dan terbuka
pada pasang-surut. Parameter utama yang sangat mempengaruhi kondisi pantai
berbatu adalah: (1) fenomena pasang, dinamikanya sangat berpengaruh terhadap
biota yang menginginkan kondisi alam yang bergantian antara tergenang dan
terbuka, (2) gelombang, energi yang dihempaskan bisa merusak komunitas biota
yang menempel di batu-batuan, terutama pada batu yang langsung menghadap ke
laut.
8. Pulau-Pulau
Kecil (small Islands)
Pulau
kecil adalah pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari
pulau induknya (mainland). Pulau ini
akan mendapat tambahan spesies dari
pulau induk dan sebaliknya dalam waktu yang bersamaan akan kehilangan spesies
yang sudah ada karena kompetisi lalu punah atau pindah ke pulau lainnya.
Pertambahan dan pengurangan jumlah spesies ini berlangsung terus menerus sampai
akhirnya akan terbentuk keseimbangan spesies, yang jumlahnya tergantung pada
besar-kecilnya pulau dan jarak pulau tersebut dari pulau induknya. Parameter
utama yang mendukung ekosistem ini adalah parameter yang berkaitan dnga
terjaminnya kondisi alam ekosistem tersebut.
9. Laut
Terbuka (lautan)
Laut
terbuka biasanya sangat berstratifikasi dan beragam secara horizontal dan
musiman. Lapisan eufotik, dimana cahaya cukup kuat untuk keperluan produksi
primer, biasanya mencapai 50 m, bergantung pada daerahnya. Dibandingkan dengan
ekosistem pesisir, perairan ini umumnya memiliki produktivitas biologis yang
lebih tersebar dan memiliki keragaman spesies yang jauh lebih rendah. Parameter
utama dari ekosisten ini adalah: (1) angin, peran dalam pembentukan arus dan
percampuran partikel,(2) suhu, (3) cahaya.
I.
Pertanyaan/Tugas
1. jelaskan karakteristik geologi
dan geomorfologi wilayah pesisir?
2. jelaskan batasan zonasi pesisir
secara horizontal dan vertikal?
3. jelaskan parameter utama dari
ekosistem wilayah pesisir ang tegenang air laut?
4. jelaskan akibat kerusakan
terumbu karang terhadap ekosistem di wilayah pesisir dan lautan?
5. jelaskan fungsi padang lamun
terhadap dinamika garis pantai?
II.
Sumber
Dahuri,
H., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.j., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta.
Nykbakken,
J.W,. 1988. Marine Biology. An
Ecological Appraoach. Penerjemah: M. Eidman dkk. 1988. Gramedia. Jakarta.
Odum,
1976. Ecological Guidelines for Tropical
coastal Development. International Union for Conservation of nature and
Natural Resources. Margos