Labels

Geografi (10) Islam (53) Kuliah (5) Peta (6) Power Point (4) Skripsi (1) Tokoh (1) Video (1)
Showing posts with label Kuliah. Show all posts
Showing posts with label Kuliah. Show all posts

Gerakan Air Tanah

Pemunculan Air Tanah

Penyebaran Vertikal Air Tanah

Prinsip dasar dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu


3.1. Urgensi dan Manfaat Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
            Berdasarkan karakteristik dan dinamika (the nature) dari kawasan pesisir dan lautan , potensi dan permasalahan pembangunan, dan kebijakan pemerintah untuk sektor kelautan maka pencapaian pembangunan kawasan pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan tampaknya hanya dapat dilakukan melalui pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu (PWPLT). Hal ini paling tidak berdasarkan pada empat alasan pokok;
  1. secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas.
  2. dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan,
  3. dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan (preference) bekerja yang berbeda sebagai, petani, nelayan, petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri, kerajinan rumah tangga, dan sebagainnya,
  4. baik secara ekologis dan ekonomis, pemanfaatans suatu kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentah terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha.
PWPLT memiliki beberapa keunggulan atau kelebihan jika dibandingkan dengan pendekatan secara sektoral (IPPC, 1994), yaitu:
  1. PWPLT memberi kesempatan (oppurtunity) kepada masyarakat pesisir (para pengguna sumberdaya pesisir dan lautan, atau stakeholder) untuk membangun sumberdaya pesisir dan lautan secara berkesinambungan,
  2. PWPLT memungkinkan untuk memasukan pertimbangan tentang kebutuhan secara aspirasi masyarakat terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir dan lautan baik sekarang maupun yang akan datang ke dalam perencanaan pembangunannya,
  3. PWPLT menyediakan kerangka (framework) yang dapat merespon segenap fluktuasi maupun ketidak-menentuan (uncertainties) yang merupakan ciri khas dari ekosistem pesisir dan lautan,
  4. PWPLT membantu pemerinyah daerah maupun pusat dengan suatu proses yang dapat menumbuhkembangkan pembangunan ekonomi serta meningktkan kualitas kehidupan masyarakat,
  5. meskipun PWPLT memerlukan pengumpulan dan analisis data serta proses perencanaan yang lebih panjang daripada pendekatan sektoral, tetapi secara keseluruhan akhirnya PWPLT lebih murah ketimbang pendekatan sektoral.
3.2. Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu       
            Pembangunan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987). Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya yang ada di dalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes (flesible) yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer untuk menerima dampak kegiatan manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi: (1) ekologis, (2) sosial ekonomi budaya, (3) sosial politik, (4) hukum dan kelembagaan.

Dimensi Ekologis
              Setiap ekosistem alamiah, termasuk wilayah pesisir, memiliki empat (4) fungsi pokokbagikehidupan manusia: (1) jasa-jasa pendukung kehidupan, (2) jasa-jasa kenyamanan, (3) penyediaan sumberdaya alam, (4) penerima limbah (Ortolano, 1984). Jasa-jasa pendukung kehiduapan (life support services) mencakup berbagai hal yang diperlukan bagi ekosistem kehidupan manusia, seperti udara dan  air bersih serta ruang bagi berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan (amenity sercices) yang disediakan oleh ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi beserta atributnya yang indah dan menyejukan yang dapat dijadikan tempat berekreasi serta pemulihan kedamaian jiwa. Ekosistem almiah juga menyediakan sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai masukan dalam proses produksi. Sedangkan fungsi penerima limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia, sehingga menjadi suatu kondisi yang aman. Bedasarkan keempat fungsi ekosistem di atas, secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu;(1) keharmonisan spasial, (2) kapasitas asimilasi, (3) pemanfaatan berkelanjutan. Hendaknya tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk zona pemanfaatan, tetapi harus pula dialokasikan untu zone preservasi dan konservasi yang luas minalnya adalah 30%-50% dari luas keseluruhannya. Contoh zone preservasi adalah daerah peminjahan (spawning ground) dan jalur hijau pantai.
Dimensi Sosial-Ekonomi
            Secara sosial ekonomi dan budaya konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan, bahwa pemanfaatan (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan pembangunan suatu wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkankesejahteraan penduduk sekitar kegiatan (proyek) tertebut, terutama mereka yang memiliki perekonomian yang lemah, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Untuk negara berkembang prinsip ini sangat mendasar kerena banyak kerusakan lingkungan pantai misalnya penambangan batu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai, dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar pada kemiskinan dan tingkat pengetahuan yang rendah dari para pelakunya.
Dimensi Sosial Politik
            Ciri lhas kerusakan lingkungan adalah bahwa akibat dari kerusakan ini biasanya muncul setelah beberapa waktu. Mengingat karakteristik permasalahan lingkungan tersebut, maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan. Tanpa kondisisemacam ini , niscaya laju kerusakan lingkungan akan melangkah lebih cepat ketimbang upaya pencegahan dan penanggulangannya.
Dimensi Hukum dan Kelembagaan
            Pada akhirnya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan pengendalian diri dari setiap warga dunia untuk tidak merusak lingkungan dan bagi kelompok the haves dapat berbagi kemampuan dan rasa dengan saudara-saudaranya yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Pesyaratan yang bersifat personal ini dapat berwibawa konsisten. Serta dibarengi dengan penanaman etika pembangunan berkelanjutan pada setiap warga dunia. Di sinilah peran serta sentuhan keagamaan akan sangat berperan.
3.3. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu           
            sehubungan dengan karakteristik dan dinamika ekosistem pesisir dan lautan, ada lima belas (15) prinsip dasar (kaidah) yang patut diperhatikan dalam PWPLT. Kelima belas (15) prinsip dasar ini sebagaianbesar mengacu pada Clark (1992) yaitu;
  1. wilayah pesisir adalah suatu sumberdaya (resources sytem) yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya,
  2. air merupakan faktor kekuatan penyatu utama (the mayor integrating force) dalam ekosistem wilayah pesisir,
  3. tata ruang darat dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu,
  4. daerah perbatasan antara laut dan daratanhendaknya dijajadikan fokus utama (focal point) dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir,
  5. batas suatu wilayah pesisir ditetapkan berdasarkan pada isu permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif,
  6. fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama (common property resources),
  7. pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam suatu program PWPLT,
  8. semua tingkat pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir,
  9. pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir,
  10. evaluasi manfaat ekonomi  dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir,
  11. konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuanutama dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir,
  12. pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumberdaya  wilayah pesisir,
  13. pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan,
  14. pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus dihargai,
  15. analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif.

I.        Pertanyaan/Tugas

1.       mendeskripsikan Proses perencanaan dan pengelolaan
2.       mendeskripsikan prinsip dasar dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu

II.      Sumber

Brodie, J. 1995. Wate Quality and Polution Control.in Kenji Hotta and Aan Dutton (ED). Coastal Management in the Asia Pasific: issues and approaches. Japan International marine Science and Techology federation, Tokyo

Dahuri, H., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.j., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta.

Sloan,N.A.1993. Effect of Oil on Marine Resources: A World Wide Literature Review Relation ti Indonesia> Environment Management Development in Indonesia (EMDI) project Jakarta.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997. Ringkasan Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

Sebaran Wisata di Nagari Sungai Pinang