Labels

Geografi (10) Islam (53) Kuliah (5) Peta (6) Power Point (4) Skripsi (1) Tokoh (1) Video (1)

Gerakan Air Tanah

Pemunculan Air Tanah

Penyebaran Vertikal Air Tanah

Ruang Lingkup Wilayah Pantai dan Pesisir


3.2. Batasan Wilayah Pesisir

            Pertanyaan pertama yang sering muncul dalam pengelolaan kawasan pesisir adalah bagaiman menentukan batas-batas dari suatu wilayah pesisir (coastal zone). Sampai sekarang belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries) yaitu; batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus tehadap garis pantai (cross-shore). Untuk keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif mudah, misalnya batas wilayah pesisir antara Sungai Brantas dan Bengawan Solo, atau batas wilayah pesisir Kabupaten Kupang adalah antara Tanjung Nasikonis dan Pulau Sabu, dan batas wilayah pesisir DKI Jakarta adalah antara Sungai Dadap di sebelah barat dan Tanjung Karawang di sebelah timur.
            Penetapan batas-batas wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai sejauh ini belum ada kesepakatan. Dengan kata lain batas wilayah pesisir berbeda dari satu negara dengan negara yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena setiap negara memiliki karakteristik lingkungan, sumberdaya dan sistem pemerintahan tersendiri (khas). Dalam menentukan batas ke arah darat dan ke arah laut dari suatu wilayah pesisir. Pada suatu ektrim, suatu wilayah pesisir dapat meliputi suatu kawasan yang sangat luas mulai dari batas lautan (terluar) ZEE sampai daratan yang masih dipengaruhi oleh iklim laut. Pada ektrim lainya, suatu wilayah pesisir hanya meliputi kawasan peralihan antara ekosistem laut dan daratan yang sangat sempit, yaitu dari garis rata-rata pasang tertinggi sampai 200 m ke arah darat dan ke arah laut meliputi garis pantai pada saat rata-rata pasang terendah. Batasan wilayah pesisir yang sangat sempit ini dianut oleh Costa Rica. Sementara itu, negara-negara lain mengambil batasan wilayah pesisir di antara kedua ektrim tersebut.
            Batas wilayah pesisir ke arah daratan pada umumnya adalah jarak arbitler dari rata-rata pasut tinggi ( mean high tide) dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas jurisdiksi propinsi. Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah daratan dari suatu wilayah pesisir  dapat ditetapkan sebanyak dua macam., yaitu batas untuk wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-to-day management). Wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah dataran (hulu) apabila terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara nyata (significant) terhadap lingkungan dan sumberdaya yang ada di pesisir. Oleh karena itu batas wilayah pesisir ke arah darat untuk kepentingan perencanaan (planning zone) dapat sangat jauh ke arah hulu, misalnya Kota Bandung untuk kawasan pesisir dan DAS Citarum. Jika suatu program pengelolaan wilayah pesisir menetapkan dua batasan wilayah pengelolaannya (wilayah perencanaan dan wilayah pengaturan), maka wilayah perencanaan selalu lebih luas daripada wilayah pengaturan.
Pengertian wilayah pesisir yang disepakati dalamrapat koordinasi BAKOSURTANAL , 1990 adalah suatu jalus saling pengaruh anatara darat dan lautan, yang memiliki ciri geosfer yang khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses alami serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan di darat. Batas wilayah pesisir ke arah daratan tersebut ditentukan oleh; (a) pengaruh sifat fisik air laut, yang ditentukan berdasarkan seberapa jauh pengaruh air laut, seberapa jauh flora yang suka akan air akibat pasang tumbuh (water loving vegetation) dan seberapa jauh pengaruh air laut ke dalam air tanah tawar, (b) pengaruh kegiatan bahari (sosial), seberapa jauh konsentrasi ekonomi bahari (desa nelayan) sampai ke arah daratan (Sutikno, 1993).
Istilah pesisir dalam bahasa jawa berasal dari kata pacigcig (bahasa astronesia kuno) yang berarti tempat berpasir atau tepi pantai yang berpasir (MohamadNgafenan, 1987, dalam Sunarto, 1989). Menurut Aprilani Sugiarto (1986) yang dimaksud dengan wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara daratan dan laut (dalam John Pieries, 1988). Bird (1969) berpendapat bahwa wilayah pesisir mintakat yang lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut (shore) yang meluas ke arah daratan hingga batas pengaruh marin masih dirasakan.
            Menurut Sugiarto (1976) mendefinisikan wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik yang kering maupun yang terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang-surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Definisi wilayah pesisir di atas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir.
            Menurut kesepakatan internasional terakhir, wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara daratan dan laut, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang-surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley et al., 1994, dalam Dahuri, 2001). Dalam Rapat Kerja Nasional Proyek MREP (marine resource evaluation and planning atau perencanaan dan evaluasi sumberdaya kelautan) di Manado,1-3 Agustus 1994, telah ditetapkan bahwa batas ke arah laut suatu wilayah pesisir adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan Pantai Indonesia (PLPI) dengan skala 1: 50.000 yang telah diterbitkan oleh Bnadan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Sedangkan batas ke arah darat adalah mencakup batas administratif seluruh desa pantai (sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pekerjaan Umum dan otonomi daerah, Departemen Dalam Negeri) yang termasuk ke dalam wilayah pesisir MREP. Adapun beberapa alternatif penentuan batas ke arah laut dan darat suatu wilayah pesisir dapat dilihat pada Tabel 1.1., dan Tabel 1.2.
Tabel 1.1. Beberapa Alternatif Penentuan Batas Ke Arah Laut Dan Darat Suatu Wilayah Pesisir
Batas ke arah                     laut

Batas ke arah darat
Rata-rata pasang terendah (MTL) atau rata-rata pasang tertinggi (MHT)
Jarak secara atbitrer ke arah laut dari garis batas pasang surut
Batas antara jurisdiksi propinsi dengan nasional1)
Sama dengan batas laut teritorial2)
Tepi lautan dari paparan benua3)
Batas lautan dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)4)
Jarak secara arbitrer ke arah darat dari garis pasang-surut
Costa Rica (MLT)
Srilangka, Brazil dan Israel
California (1972-1976)
Spanyol
Greet barrier marine Park Authority
Program pengelolan laut Srilangka, Belanda, dan Swedia
Batas daratan menurut ketepatan pemerintah tingkat propinsi
Australia Barat  (MLT)

Negara Bagian Washington (untuk perencanaan)



Suatu lokasi dimana dampak negatif penting disini, masih mempengaruhi wilayah pesisir


US Coastal Zone Act
California (sejak 1976)



Batas daratan yang dipengaruhi oleh iklim laut






 Sumber:Dimodifikasi dari Sorensen dan Mc. Creary (1990), dalam Dahuri dkk (2001)
Keterangan:
  1. dalam banyak hal batas jurisdiksi antara pemerintah propinsi dan nasional (pusat) sama dengan garis batas laut teritorial
  2. biasanya antara 3-12 mil laut dari garis dasar (coastal base line) garis dasar adalah suatu rangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pulau, semenanjung, dan tanjung yang dimiliki oleh suatu negara
  3. di beberapa lokasi, tepi lautan dari paparan benua dapat melebihi 200 mil laut dari garis pantai
  4. ZEE meliputi daerah lautan 200 mil laut dari garis dasar, atau tepi lautan dari paparan benua, tergantung mana yang lebih jauh
  5. batas ke arah darat dari wilayah pesisir suatu propinsi (pemerintah lokal) seringkali   lebih jauh ke arah darat daripada suatu lokasi dimana dampak negatif penting dapat ditimbulkan terhadap wilayah pesisir.
MLT: mean low tide
MHT: mean high tide



Tabel 1.2. Batas ke Arah Darat dan ke Arah Laut Wilayah Pesisir yang Telah Dipraktekan di Beberapa Negara atau Negara Bagian
No
Negara/Negara Bagian
Batas ke Arah Darat
Batas ke Arah Laut
1
Brazilia
2 km dari garis garis PTR
2 km dari garis garis PTR
2
California
·         1972-1976
·         1977-sekarang

·         1.000 m dari garis PTR
·         Batas abitrer tergantung isu pengelolaan

3 mil laut dari garis GD
3 mil laut dari garis GD
3
Costa Rica
200 m dari garis PTR
Garis pantai saat PRR
4
Cina
10km dari PTR
Sampai kedalaman laut/isobath 15m
5
Ekuador
Batas arbitrer tergantung isu pengelolaan
BL
6
Israel
1-2 km tergantung sumberdaya dan jenis lingkungan
500 m dari garis pantai saat PRR
7
Afrika Selatan
1km dari garis PTR
BL
8
Australia Selatan
100  km dari garis PTR
3 mil laut dari garis GD
9
Queenland
400  m dari garis PTR
3 mil laut dari garis GD
10
Spanyol
500  m dari garis PTR
12 mil laut /batas perairan teritorial
11
Washington
·         batas perencanaan
·         batas pengeturan

·      batas darat dari negara pantai
61 m dari garis PTR

3 mil laut dari garis GD
3 mil laut dari garis GD
Sumber: Sorensen dan Mc. Creary (1990), dalam Dahuri dkk (2001)
Keteranagan:
PTR: pasut tinggi rata-rata (mean high tide
PRR: pasut rendah rata-rata (mean low tide)
GD : garis dasar ( coastal baseline)
BL : belum ditetapkan

Jika tujuan pengelolaan adalah untuk mengendalikan atau menurunkan tingkat pencemaran perairan pesisir yang dipengaruhi oleh aliran sungai, maka batas wilayah pesisir ke arah darat hendaknya mencakup suatu daratan DAS (daerah aliran sungai), dimana buangan limbah disini akan mempengaruhi kualitas perairan pesisir. Sedangkan batas ke arah laut hendaknya meliputi daerah laut yang masih dipengaruhi oleh pencemaran yang berasal dari darat tersebut, atau suatu daerah laut dimana kalau terjadi pencemaran (misalnya tumpahan minyak), minyaknya akan mengenai peairan pesisir. Batasan wilayah pesisir yang sama berlaku, jika tujuan pengelolaannya adalah untuk mengendalikan laju sedimentasi di wilayah pesisir akibat pengelolaan lahan atas yang kurang bijaksana seperti penebangan hutan secara semena-mena dan bertani pada lahan kemiringan lebih dari 40%. Jika tujuan pengelolaan wilayah pesisir untuk mengendalikan erosi (abrasi) pantai, maka batas ke arah darat cukup hanya sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi, dan batas ke arah laut adalah daerah yang terkena pengaruh distribusi sedimen akibat proses abrasi, yang biasanya terdapat pada daerah pemecah gelombang (breakwater zone) yang paling dekat dengan garis pantai. Dengan demikian, meskipun untuk kepentingan pengelolaan sehari-hari (day-to-day management) kegiatan pembangunan di lahan atas atau di laut lepas biasanya ditanani oleh instansi tersendiri, namun untuk kepentingan perencanaan pembangunan wilayah pesisir segenap pengaruh-pengaruh atau keterkaitan tersebut harus dimasukan pada saat menyusun perencanaan pembangunan wilayah pesisir. Adapun gambaran tentang batasan wilayah pesisir dapat dilihat pada Gambar 1.1.     
            










Gambar 1.1. Batas Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Program Pengelolaan Lautan yang berlaku Sekarang dan Untuk Masa mendatang (Sorensen dan Mc. Creary (1990), dalam Dahuri dkk (2001)

I.        Pertanyaan/Tugas

1.       jelaskan definisi wilayah pesisir dan lautan berdasarkan tujuan pengelolaan dan pengaturan?
2.       jelaskan batasan wilayah pesisir jika tujuan pengelolaan wilayah pesisir untuk penanggulan bencana sedimentasi di wilayah pesisir dan pantai?
3.       jelaskan maksud dari pengelolaan wilayah laut dan pesisir secara berkelanjutan?
4.       jelaskan dengan gambar wilayah pesisir berdasarkan batasan secara vertikal dan horizontal?
5.       jelaskan batasan wilayah pantai berserta gambaran tentang wilayah yang termasuk bagian dari pantai?


II.      Sumber

Dahuri, H., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.j., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta

Sorensen ,J.C. and Mc. Creary, 1990. Coast: Institutional Arrangements for Managing Coastal Resources. University of California of Barkeley

Sutikno, 1993. Kharakteristik Bentuk dan Geologi Pantai di Indonesia. Diklat PU WIL. III Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta

Sugiarto,A.1976. Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Lembaga Oseanologi Nasional. Jakarta

Sunarto, 1989. Abrasi dan Akresi Pantai Jepara Ditinjau Secara Morfogenetik. Fakultas Geografi, UGM. Yogyakarta

Prinsip dasar dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu


3.1. Urgensi dan Manfaat Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
            Berdasarkan karakteristik dan dinamika (the nature) dari kawasan pesisir dan lautan , potensi dan permasalahan pembangunan, dan kebijakan pemerintah untuk sektor kelautan maka pencapaian pembangunan kawasan pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan tampaknya hanya dapat dilakukan melalui pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu (PWPLT). Hal ini paling tidak berdasarkan pada empat alasan pokok;
  1. secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas.
  2. dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan,
  3. dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan (preference) bekerja yang berbeda sebagai, petani, nelayan, petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri, kerajinan rumah tangga, dan sebagainnya,
  4. baik secara ekologis dan ekonomis, pemanfaatans suatu kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentah terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha.
PWPLT memiliki beberapa keunggulan atau kelebihan jika dibandingkan dengan pendekatan secara sektoral (IPPC, 1994), yaitu:
  1. PWPLT memberi kesempatan (oppurtunity) kepada masyarakat pesisir (para pengguna sumberdaya pesisir dan lautan, atau stakeholder) untuk membangun sumberdaya pesisir dan lautan secara berkesinambungan,
  2. PWPLT memungkinkan untuk memasukan pertimbangan tentang kebutuhan secara aspirasi masyarakat terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir dan lautan baik sekarang maupun yang akan datang ke dalam perencanaan pembangunannya,
  3. PWPLT menyediakan kerangka (framework) yang dapat merespon segenap fluktuasi maupun ketidak-menentuan (uncertainties) yang merupakan ciri khas dari ekosistem pesisir dan lautan,
  4. PWPLT membantu pemerinyah daerah maupun pusat dengan suatu proses yang dapat menumbuhkembangkan pembangunan ekonomi serta meningktkan kualitas kehidupan masyarakat,
  5. meskipun PWPLT memerlukan pengumpulan dan analisis data serta proses perencanaan yang lebih panjang daripada pendekatan sektoral, tetapi secara keseluruhan akhirnya PWPLT lebih murah ketimbang pendekatan sektoral.
3.2. Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu       
            Pembangunan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987). Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya yang ada di dalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes (flesible) yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer untuk menerima dampak kegiatan manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi: (1) ekologis, (2) sosial ekonomi budaya, (3) sosial politik, (4) hukum dan kelembagaan.

Dimensi Ekologis
              Setiap ekosistem alamiah, termasuk wilayah pesisir, memiliki empat (4) fungsi pokokbagikehidupan manusia: (1) jasa-jasa pendukung kehidupan, (2) jasa-jasa kenyamanan, (3) penyediaan sumberdaya alam, (4) penerima limbah (Ortolano, 1984). Jasa-jasa pendukung kehiduapan (life support services) mencakup berbagai hal yang diperlukan bagi ekosistem kehidupan manusia, seperti udara dan  air bersih serta ruang bagi berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan (amenity sercices) yang disediakan oleh ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi beserta atributnya yang indah dan menyejukan yang dapat dijadikan tempat berekreasi serta pemulihan kedamaian jiwa. Ekosistem almiah juga menyediakan sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai masukan dalam proses produksi. Sedangkan fungsi penerima limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia, sehingga menjadi suatu kondisi yang aman. Bedasarkan keempat fungsi ekosistem di atas, secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu;(1) keharmonisan spasial, (2) kapasitas asimilasi, (3) pemanfaatan berkelanjutan. Hendaknya tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk zona pemanfaatan, tetapi harus pula dialokasikan untu zone preservasi dan konservasi yang luas minalnya adalah 30%-50% dari luas keseluruhannya. Contoh zone preservasi adalah daerah peminjahan (spawning ground) dan jalur hijau pantai.
Dimensi Sosial-Ekonomi
            Secara sosial ekonomi dan budaya konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan, bahwa pemanfaatan (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan pembangunan suatu wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkankesejahteraan penduduk sekitar kegiatan (proyek) tertebut, terutama mereka yang memiliki perekonomian yang lemah, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Untuk negara berkembang prinsip ini sangat mendasar kerena banyak kerusakan lingkungan pantai misalnya penambangan batu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai, dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar pada kemiskinan dan tingkat pengetahuan yang rendah dari para pelakunya.
Dimensi Sosial Politik
            Ciri lhas kerusakan lingkungan adalah bahwa akibat dari kerusakan ini biasanya muncul setelah beberapa waktu. Mengingat karakteristik permasalahan lingkungan tersebut, maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan. Tanpa kondisisemacam ini , niscaya laju kerusakan lingkungan akan melangkah lebih cepat ketimbang upaya pencegahan dan penanggulangannya.
Dimensi Hukum dan Kelembagaan
            Pada akhirnya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan pengendalian diri dari setiap warga dunia untuk tidak merusak lingkungan dan bagi kelompok the haves dapat berbagi kemampuan dan rasa dengan saudara-saudaranya yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Pesyaratan yang bersifat personal ini dapat berwibawa konsisten. Serta dibarengi dengan penanaman etika pembangunan berkelanjutan pada setiap warga dunia. Di sinilah peran serta sentuhan keagamaan akan sangat berperan.
3.3. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu           
            sehubungan dengan karakteristik dan dinamika ekosistem pesisir dan lautan, ada lima belas (15) prinsip dasar (kaidah) yang patut diperhatikan dalam PWPLT. Kelima belas (15) prinsip dasar ini sebagaianbesar mengacu pada Clark (1992) yaitu;
  1. wilayah pesisir adalah suatu sumberdaya (resources sytem) yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya,
  2. air merupakan faktor kekuatan penyatu utama (the mayor integrating force) dalam ekosistem wilayah pesisir,
  3. tata ruang darat dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu,
  4. daerah perbatasan antara laut dan daratanhendaknya dijajadikan fokus utama (focal point) dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir,
  5. batas suatu wilayah pesisir ditetapkan berdasarkan pada isu permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif,
  6. fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama (common property resources),
  7. pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam suatu program PWPLT,
  8. semua tingkat pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir,
  9. pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir,
  10. evaluasi manfaat ekonomi  dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir,
  11. konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuanutama dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir,
  12. pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumberdaya  wilayah pesisir,
  13. pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan,
  14. pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus dihargai,
  15. analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif.

I.        Pertanyaan/Tugas

1.       mendeskripsikan Proses perencanaan dan pengelolaan
2.       mendeskripsikan prinsip dasar dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu

II.      Sumber

Brodie, J. 1995. Wate Quality and Polution Control.in Kenji Hotta and Aan Dutton (ED). Coastal Management in the Asia Pasific: issues and approaches. Japan International marine Science and Techology federation, Tokyo

Dahuri, H., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.j., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta.

Sloan,N.A.1993. Effect of Oil on Marine Resources: A World Wide Literature Review Relation ti Indonesia> Environment Management Development in Indonesia (EMDI) project Jakarta.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997. Ringkasan Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

Sebaran Wisata di Nagari Sungai Pinang