3.1.
Urgensi dan Manfaat Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
Berdasarkan karakteristik dan
dinamika (the nature) dari kawasan
pesisir dan lautan , potensi dan permasalahan pembangunan, dan kebijakan
pemerintah untuk sektor kelautan maka pencapaian pembangunan kawasan pesisir
dan lautan secara optimal dan berkelanjutan tampaknya hanya dapat dilakukan
melalui pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu (PWPLT). Hal ini
paling tidak berdasarkan pada empat alasan pokok;
- secara empiris, terdapat
keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), baik antar ekosistem di dalam
kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut
lepas.
- dalam suatu kawasan
pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan
jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan,
- dalam suatu kawasan
pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang
memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan (preference) bekerja yang berbeda sebagai, petani, nelayan,
petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri,
kerajinan rumah tangga, dan sebagainnya,
- baik secara ekologis dan
ekonomis, pemanfaatans suatu kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentah
terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan
usaha.
PWPLT
memiliki beberapa keunggulan atau kelebihan jika dibandingkan dengan pendekatan
secara sektoral (IPPC, 1994), yaitu:
- PWPLT memberi kesempatan (oppurtunity) kepada masyarakat
pesisir (para pengguna sumberdaya pesisir dan lautan, atau stakeholder) untuk membangun
sumberdaya pesisir dan lautan secara berkesinambungan,
- PWPLT memungkinkan untuk
memasukan pertimbangan tentang kebutuhan secara aspirasi masyarakat
terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir dan
lautan baik sekarang maupun yang akan datang ke dalam perencanaan
pembangunannya,
- PWPLT menyediakan kerangka
(framework) yang dapat merespon
segenap fluktuasi maupun ketidak-menentuan (uncertainties) yang merupakan ciri khas dari ekosistem pesisir
dan lautan,
- PWPLT membantu pemerinyah
daerah maupun pusat dengan suatu proses yang dapat menumbuhkembangkan
pembangunan ekonomi serta meningktkan kualitas kehidupan masyarakat,
- meskipun PWPLT memerlukan
pengumpulan dan analisis data serta proses perencanaan yang lebih panjang
daripada pendekatan sektoral, tetapi secara keseluruhan akhirnya PWPLT
lebih murah ketimbang pendekatan sektoral.
3.2. Penerapan Konsep
Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu
Pembangunan adalah pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987). Pembangunan
berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang
memberikan semacam ambang batas (limit)
pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya yang ada di dalamnya.
Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute),
melainkan merupakan batas yang luwes (flesible)
yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan
sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer untuk menerima dampak kegiatan
manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi
pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya
untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Secara garis
besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi: (1) ekologis,
(2) sosial ekonomi budaya, (3) sosial politik, (4) hukum dan kelembagaan.
Dimensi
Ekologis
Setiap ekosistem alamiah,
termasuk wilayah pesisir, memiliki empat (4) fungsi pokokbagikehidupan manusia:
(1) jasa-jasa pendukung kehidupan, (2) jasa-jasa kenyamanan, (3) penyediaan
sumberdaya alam, (4) penerima limbah (Ortolano, 1984). Jasa-jasa pendukung
kehiduapan (life support services)
mencakup berbagai hal yang diperlukan bagi ekosistem kehidupan manusia, seperti
udara dan air bersih serta ruang bagi
berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan (amenity sercices) yang disediakan oleh
ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi beserta atributnya yang indah dan
menyejukan yang dapat dijadikan tempat berekreasi serta pemulihan kedamaian
jiwa. Ekosistem almiah juga menyediakan sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi
langsung atau sebagai masukan dalam proses produksi. Sedangkan fungsi penerima
limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari
kegiatan manusia, sehingga menjadi suatu kondisi yang aman. Bedasarkan keempat
fungsi ekosistem di atas, secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat
menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu;(1) keharmonisan spasial,
(2) kapasitas asimilasi, (3) pemanfaatan berkelanjutan. Hendaknya tidak
seluruhnya dimanfaatkan untuk zona pemanfaatan, tetapi harus pula dialokasikan
untu zone preservasi dan konservasi yang luas minalnya adalah 30%-50% dari luas
keseluruhannya. Contoh zone preservasi adalah daerah peminjahan (spawning ground) dan jalur hijau pantai.
Dimensi
Sosial-Ekonomi
Secara sosial ekonomi dan budaya konsep
pembangunan berkelanjutan mensyaratkan, bahwa pemanfaatan (keuntungan) yang
diperoleh dari kegiatan pembangunan suatu wilayah pesisir serta sumberdaya
alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkankesejahteraan penduduk sekitar
kegiatan (proyek) tertebut, terutama mereka yang memiliki perekonomian yang
lemah, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri.
Untuk negara berkembang prinsip ini sangat mendasar kerena banyak kerusakan
lingkungan pantai misalnya penambangan batu karang, penebangan mangrove, penambangan
pasir pantai, dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar
pada kemiskinan dan tingkat pengetahuan yang rendah dari para pelakunya.
Dimensi
Sosial Politik
Ciri lhas kerusakan lingkungan adalah bahwa akibat
dari kerusakan ini biasanya muncul setelah beberapa waktu. Mengingat
karakteristik permasalahan lingkungan tersebut, maka pembangunan berkelanjutan
hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan
transparan. Tanpa kondisisemacam ini , niscaya laju kerusakan lingkungan akan
melangkah lebih cepat ketimbang upaya pencegahan dan penanggulangannya.
Dimensi
Hukum dan Kelembagaan
Pada akhirnya pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan mensyaratkan pengendalian diri dari setiap warga dunia untuk
tidak merusak lingkungan dan bagi kelompok the haves dapat berbagi kemampuan
dan rasa dengan saudara-saudaranya yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya. Pesyaratan yang bersifat personal ini dapat berwibawa konsisten.
Serta dibarengi dengan penanaman etika pembangunan berkelanjutan pada setiap
warga dunia. Di sinilah peran serta sentuhan keagamaan akan sangat berperan.
3.3. Prinsip-Prinsip Dasar
dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
sehubungan dengan karakteristik dan
dinamika ekosistem pesisir dan lautan, ada lima belas (15) prinsip dasar
(kaidah) yang patut diperhatikan dalam PWPLT. Kelima belas (15) prinsip dasar
ini sebagaianbesar mengacu pada Clark (1992) yaitu;
- wilayah pesisir adalah
suatu sumberdaya (resources sytem)
yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan
mengelola pembangunannya,
- air merupakan faktor
kekuatan penyatu utama (the mayor
integrating force) dalam ekosistem wilayah pesisir,
- tata ruang darat dan
lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu,
- daerah perbatasan antara
laut dan daratanhendaknya dijajadikan fokus utama (focal point) dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir,
- batas suatu wilayah
pesisir ditetapkan berdasarkan pada isu permasalahan yang hendak dikelola
serta bersifat adaptif,
- fokus utama dari
pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik
bersama (common property resources),
- pencegahan kerusakan
akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan
dalam suatu program PWPLT,
- semua tingkat pemerintahan
dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan
wilayah pesisir,
- pendekatan pengelolaan
yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam
pembangunan wilayah pesisir,
- evaluasi manfaat
ekonomi dan sosial dari ekosistem
pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah
pesisir,
- konservasi untuk
pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuanutama dari pengelolaan
sumberdaya wilayah pesisir,
- pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat
digunakan untuk semua sistem sumberdaya
wilayah pesisir,
- pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci
kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan,
- pengelolaan sumberdaya
pesisir secara tradisional harus dihargai,
- analisis dampak lingkungan
sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif.
I.
Pertanyaan/Tugas
1. mendeskripsikan Proses
perencanaan dan pengelolaan
2. mendeskripsikan prinsip dasar
dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu
II.
Sumber
Brodie,
J. 1995. Wate Quality and Polution Control.in Kenji Hotta and Aan Dutton (ED).
Coastal Management in the Asia Pasific: issues and approaches. Japan
International marine Science and Techology federation, Tokyo
Dahuri,
H., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.j., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta.
Sloan,N.A.1993.
Effect of Oil on Marine Resources: A World Wide Literature Review Relation ti
Indonesia> Environment Management Development in Indonesia (EMDI) project
Jakarta.
Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997. Ringkasan Agenda 21 Indonesia, Strategi
Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup, Jakarta.
No comments:
Post a Comment