Labels

Geografi (10) Islam (53) Kuliah (5) Peta (6) Power Point (4) Skripsi (1) Tokoh (1) Video (1)

Hukum Mencela Ulama ( oleh : Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah )

Pertanyaan : Apakah pendapat Syaikh terhadap sebagian penuntut ilmu dari kalangan pemuda yang mempunyai kebiasaan mencela satu sama lain, membuat manusia menjauh dan menghindar dari mereka? Apakah ini termasuk perbuatan syar'i yang diberi pahala atasnya atau (tidak syar'i) yang disiksa atasnya?

Jawaban : Menurut pendapat saya ini adalah perbuatan yang diharamkan. Apabila seorang muslim tidak boleh mengumpat (ghibah, menggunjing) saudaranya sesama muslim sekalipun ia bukan seorang yang alim, maka bagaimana mungkin dibolehkan baginya mengumpat saudaranya sesama ulama dari golongan orang-orang yang beriman? Orang yang beriman wajib menahan lisannya dari ghibah terhadap saudara-saudaranya sesama muslim. Firman Allah SWT : 


Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencaricari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. al-Hujurat:12)

Hendaklah orang yang melakukan hal ini mengetahui bahwa apabila ia mentajrih (mencela) seorang ulama maka ia menjadi penyebab ditolaknya kebenaran yang dikatakan oleh ulama ini. Maka tanggung jawab dan dosanya adalah terhadap orang yang mencela ini, karena mencela seorang ulama pada kenyataannya bukanlah mentajrih (mencela) pribadinya, bahkan mencela pewaris Nabi Muhammad SAW. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Apabila ia mentajrih ulama dan mencela mereka niscaya manusia tidak percaya dengan ilmu yang ada di sisi mereka dan ilmu tersebut diwarisi dari Rasulullah SAW. Dan pada saat itu mereka tidak percaya dengan syari'at yang dibawa oleh ulama yang ditajrih ini.

Saya tidak mengatakan bahwa setiap ulama adalah ma'shum, bahkan setiap manusia bisa melakukan kesalahan. Dan apabila engkau melihat seorang ulama melakukan kesalahan menurut pendapatmu, maka hubungilah beliau dengan telepon dan sampaikanlah pendapatmu. Jika jelas bagimu bahwa kebenaran adalah bersamanya maka engkau harus mengikutinya. Dan jika tidak jelas bagimu akan tetapi engkau mendapatkan alasan yang membolehkan ucapannya maka engkau harus menahan diri. Dan jika engkau tidak mendapatkan alasan terhadap pendapatnya maka peringatkanlah dia terhadap pendapatnya karena ngotot di atas kesalahan hukumnya tidak boleh. Akan tetapi engkau tidak boleh mentajrihnya dan ia seorang alim yang dikenal umpamanya dengan niat yang baik.

Apabila kita ingin mentajrih para ulama yang dikenal dengan niat yang baik karena kesalahan yang mereka lakukan padanya dari masalah fikih, niscaya kita akan mentajrih para ulama besar, namun yang wajib adalah yang telah saya sebutkan. Apabila engkau melihat seorang ulama melakukan kesalahan maka diskusi dan berbicaralah bersamanya. Bisa jadi bahwa kebenaran adalah bersamanya maka engkau harus mengikutinya atau kebenaran ada bersamamu maka ia yang harus mengikutimu. Atau tidak jelas dan jadilah perbedaan yang terjadi di antara kamu berdua adalah khilaf yang dibolehkan. Saat itu, engkau wajib menahan diri, ia mengatakan apa yang dia katakan dan engkau mengatakan apa yang engkau katakan.

Alhamdulillah, khilaf tidak hanya terjadi di masa sekarang. Khilaf sudah terjadi sejak masa sahabat hingga hari ini. Dan apabila sudah jelas kesalahan akan tetapi ia tetap bertahan terhadap pendapatnya, engkau harus menjelaskan kesalahan dan berjauh darinya. Akan tetapi bukan atas dasar mentajrih dan ingin membalas dendam, karena orang tersebut bisa jadi mengatakan pendapat yang benar pada masalah lain selain yang engkau perdebatkan.

Yang penting sesungguhnya saya memperingatkan kepada saudarasaudaraku dari bala dan penyakit ini. Aku memohon kepada Allah SWT untukku dan mereka kesembuhan dari segala hal yang menjelekkan kami atau membahayakan kami pada agama dan dunia kami.

Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Kitab Dakwah 5/2/61-64.

Hukum Aqad Nikah di Masjid

 Pertanyaan :

Ada satu hadits berbunyi :

Rasulullah salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Umumkanlah pernikahan ini, jadikanlah ia di masjid dan pukullah/tabuhlah rebana." Hadits ini membuat para pemuda di negeri/kota kami menjadi bingung tentang hukum nikah di masjid, apakah sunnah atau bid'ah?

      Kami ingin mengetahui status hadits ini, terutama sekali kalimat "jadikanlah ia di masjid," apakah melaksanakan aqad nikah di masjid termasuk sunnah atau bid'ah? Kami ingin mengetahui nama-nama kitab dan sanad dalam mentakhrij hadits ini.

      At-Tirmidzi mengatakan dalam kitab 'Fiqhus Sunnah' bahwa ia adalah hadits hasan, kami mengharapkan pendapatnya atas hal ini sehingga jelas hukumnya bagi manusia, karena mereka melaksanakan perayaan di masjidmasjid dan menganggapnya sebagai salah satu sunnah Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam.

Jawaban :

     Pertama, hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan sanadnya, ia berkata: 'Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', ia berkata: 'Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, ia berkata: 'Isa bin Maimun al-Anshari menceritakan kepada kami, dari al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Rasulullah shalallahu’alahi wasallam bersabda:
"Umumkanlah pernikahan ini, jadikanlah di masjid dan pukullah/tabuhlah rebana." Kemudian ia berkata: 'Ini adalah hadits hasan gharib dalam bab ini. Isa bin Maimun al-Anshari dha'if dalam hadits dan Isa bin Maimun yang meriwayatkan tafsir dari Ibnu Abi Najih adalah tsiqah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan dalam sanadnya adalah Khalid bin Ilyas, dan ia hadits munkar.

      Kedua, syari'at sangat menganjurkan untuk mengumumkan pernikahan. Adapun melaksanakan aqad nikah di dalam masjid maka bukan termasuk sunnah, dan hadits yang disebutkan bukan merupakan hujjah, bahkan ia adalah hadits dha'if karena dha'ifnya Isa bin Maimun al-Anshari dan Khalid bin Iyas.

      Wabillahit taufiq, semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Fatawa Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa (18/112).


Penyusun : Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

"The Greatest" Muhammad Ali dan Islam

Tahun berapapun Anda lahir, jika Anda menggemari tinju, nama Muhammad Ali tak akan pernah asing. Ali, dalam dunia tinju dianggap sebagai sosok besar karena sikap dan prestasinya di atas ring. Namun yang paling membuat ia sangat terkenal adalah karena ia seorang Muslim. Atau tepatnya ketika ia memutuskan menjadi seorang Muslim.




Sebelum masuk Islam, Ali menjuluki dirinya sendiri dengan “The Greatest” karena dia adalah petinju terbaik pada masanya. Bahkan para pengamat olah raga mengakuinya sebagai petinju terbaik abad itu. Sejarah tinju belum pernah mengenal petinju secepat dia. Dia berlaga dengan gesit di atas ring dan memukul KO lawannya, lalu berseru dengan bangga, “Akulah yang terbesar”. Akan tetapi setelah masuk Islam, dia membuang julukan ini, karena tidak sadar bahwa hanya ada satu yang terbesar di alam semesta ini.



Terlahir dengan nama Casius Mercelus Clay, setelah masuk Islam, ia mengganti namanya menjadi Muhammad Ali Clay.



Berikut adalah paparannya ketika masuk Islam. “Aku dilahirkan di Kentucky, Amerika Serikat. Daerah yang dikenal dengan ayam goreng khas yang memakai namanya, yang juga terkenal dengan perbedaan etnis yang kental.



Sejak kecil aku sudah merasakan perbedaan perlakuan ini karena aku berkulit coklat. Barangkali hal inilah yang mendorongku untuk belajar tinju agar bisa membalas perlakuan jahat teman-temanku yang berkulit putih. Dan karena aku mempunyai bakat serta otot yang kuat sehingga memudahkan jalanku.



Ketika belum genap berusia 20 tahun, aku sudah memenangkan pertandingan kelas berat di Olimpiade Roma tahun 1960.



Hanya beberapa tahun kemudian aku berhasil merebut juara dunia kelas berat dari Sony Le Stone dalam pertarungan paling pendek, karena hanya beberapa menit aku berhasil menjadi juara dunia. .



Dan di antara tepuk riuh para pendukung dan kilatan-kilatan alat kamera, aku berdiri didepan jutaan penonton yang mengelilingi ring dan kamera TV Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengganti namaku menjadi Muhammad Ali Clay.



Untuk memulai sebuah peperangan baru melawan kebatilan yang menghalangiku mengumumkan ke-Islaman-ku semudah ini.



Kepindahanku ke agama Islam adalah hal yang wajar dan selaras dengan fitrah-fitrah yang Allah ciptakan untuk manusia.



Kembaliku ke fitrah kebenaran membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berfikir, ini dimulai tahun 1960, ketika seorang teman muslim menemaniku pergi ke masjid untuk mendengarkan pengajian tentang Islam. .



Ketika mendengarkan ceramah, aku merasakan panggilan kebenaran memancar dari dalam jiwaku, menyeruku untuk menggapainya, yaitu kebenaran hakikat Allah, agama dan makhluk.



Perjalanan keimananku berlangsung bertahun-bertahun dalam bentuk perbandingan antara Islam dan Masehi, sebutah perjalanan yang berat, karena orang-orang disekitarku menghalangiku, kondisi masyarakatku rusak, kebenaran dan kebatilan bercampur aduk, ditambah lagi dengan doktrin gereja yang menggambarkan keadaan orang-orang muslim yang lemah dan terbelakang yang diakibatkan oleh ajaran Islam itu sendiri.



Tapi Allah memberiku petunjuk, dan menerangi jalan pilihanku sehingga aku dapat membedakan antara realita umat Islam sekarang dengan hakekat Islam yang abadi. .



Aku meyakini bahwa Islam membawa kebahagiaan untuk semua orang. Tidak membeda-bedakan warna kulit, etnis dan ras, semuanya sama dihadapan Allah azza wa jalla. .



Yang paling utama di sisi Tuhan mereka adalah yang paling bertakwa. Aku meyakini sedang berada didepan sebuah kebenaran yang tak mungkin berasal dari manusia.



Aku membandingkan ajaran Trinitas dengan ajaran Tauhid dalam Islam. Aku merasa bahwa Islam lebih rasional. .



Karena tidak mungkin tiga Tuhan mengatur satu alam dengan rapih seperti ini. Ini suatu hal yang mustahil terjadi dan tak akan memuaskan orang yang berakal dan mau berpikir.



Aku merasakan betapa orang-orang Islam menghormati Isa A.S. dan ibunya. Menempatkan mereka pada kedudukan yang sama. .



Ini hanya ada dalam Islam atau ajaran Nasrani yang masih murni, adapun yang diucapkan para pendeta dan pastur adalah kebohongan belaka.



Aku membaca terjemahan Al-Qur’an dan akupun bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang hak yang tidak mungkin dibuat oleh manusia. .



Aku mencoba bergabung dengan komunitas muslim dan aku mendapati mereka dengan perangai yang baik, toleransi dan saling membimbing. .



Hal ini tidak aku dapatkan selama bergaul dengan orang-orang Nasrani yang hanya melihat warna kulitku dan bukan kepribadianku.

Mimpi Disuruh Rasulullah Membaca Doa, Ulama pun Bebas dari Penjara

      Kisah ini terjadi di Ashbahan. Seorang ulama bernama Abu Bakar bin Ali difitnah dengan tuduhan keji hingga ia pun dijebloskan ke penjara.

      Abu Bakar Ar Razi menceritakan kisah itu. “Aku pernah tinggal di Ashbahan. Di sana ada ulama bernama Syaikh Abu Bakar bin Ali. Begitu alimnya, hingga seluruh fatwa diserahkan kepada beliau.” Namun, suatu hari Syaikh Abu Bakar difitnah dengan fitnah yang demikian keji. Penguasa kemudian menangkap dan menjebloskannya ke penjara.

      Berita ditangkapnya Syaikh Abu Bakar dengan cepat menyebar. Viral, dari mulut ke mulut. Dan bersamaan dengan itu, kerisauan menyebar dari hati ke hati.

      Bagaimana tidak risau, bukankah ulama adalah pewaris para nabi? Meninggalnya seorang ulama tidak lebih ringan daripada meninggalnya sebuah kabilah.

      Hilangnya seorang ulama tidak lebih kecil perkaranya daripada hilangnya sebuah wilayah dari peta dunia. Dipenjaranya seorang ulama tidak lebih sederhana urusannya daripada diblokadenya sebuah kota.

      Di tengah kesedihan umat seperti itu, Abu Bakar Ar Razi bermimpi. Ia bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. “Sampaikan kepada Abu Bakar bin Ali agar ia membaca doa al-karab (kesulitan) yang terdapat dalam Shahih Bukhari agar Allah melepaskannya dari kesulitan,” kata Rasulullah dalam mimpi tersebut.

      Keesokan harinya, Abu Bakar Ar Razi menceritakan mimpi itu kepada Abu Bakar bin Ali. Sebuah kegembiraan terpancar di wajah Abu Bakar bin Ali. Bagaimana tidak, seseorang mendapa salam dari Rasulullah adalah kebanggaan tersendiri. Menunjukkan kemuliaan dan ketinggian derajat seseorang.

      Lebih dari itu, Rasulullah juga memberikan solusi atas masalah yang menderanya. Rasulullah menunjukkan jalan keluar atas problem yang dihadapinya. Rasulullah mengajarkan doa yang paling tepat untuk dirinya.

      Abu Bakar bin Ali kemudian membaca doa itu. Dengan penuh keyakinan dan pengharapan, bahwa Allah pasti mengabulkan doanya.

      Ingin keselamatan dunia dan akhirat serta terbebas dari segala kesulitan? Baca doa selamat

      Dan benar, tak berapa lama setelah Abu Bakar bin Ali membaca doa itu, ia dibebaskan dari penjara. Ia kembali merdeka dan bebas mendakwahkan Islam kepada masyarakat. Ia kembali mengajarkan agamaNya kepada umat. [Muchlisin BK/Kisahikmah]

Bahaya Komunisme dan Kapitalisme


      Setiap tanggal 30 September, bangsa Indonesia kembali diingatkan pada sebuah peristiwa kelam sejarah Indonesia, yakni Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G 3 OS/PKI). Melalui gerakan tersebut, PKI saat itu berhasil membunuh sejumlah jenderal yang dituduh sebagai dewan jenderal yang akan mengkudeta pimpinan negeri ini. Namun demikian gerakan tersebut pada akhirnya berhasil ditumpas.
      Sejak itu rakyat Indonesia tetap sepemikiran dalam memandang peristiwa bersejarah tersebut, yakni bahwa Komunisme adalah ideologi yang berbahaya. Ideologi ini tidak mengakui adanya Tuhan. Sering bertindak kejam, sadis, tidak berperikemanusiaan dan menyengsarakan umat manusia. Semua orang trauma terhadap G 30 S/PKI. Karena itu Komunisme layak untuk diberantas hingga ke akar-akarnya
Ideologi-Ideologi di Dunia
      Istilah ideologi bisa disepadankan dengan istilah mabda' dalam bahasa Arab. Mabda (ideologi) pada dasarnya adalah keyakinan rasional ('agídah 'agliyah) yang melahirkan aturan-aturan kehidupan. Artinya, mabda' (ideologi) pada hakikatnya adalah pemikiran mendasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam mengenai hakikat kehidupan, yang kemudian melahirkan sistem kehidupan.
      Dengan definisi di atas, sebetulnya di dunia ini hanya ada tiga 3 (tiga) yang layak dikategorikan sebagai ideologi (mabda'): (1) Sosialisme-Komunisme; (2) Kapitalisme; (1) Islam. Realitasnya, hanya tiga ideologi inilah yang mampu memberikan jawaban atau solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi manusia. Terlepas dari benar-tidaknya jawaban atau solusi tersebut. Faktanya pula, hanya tiga ideologi ini yang melahirkan sistem kehidupan: sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial, sistem hukum, dsb.
1. Sosialisme-Komunisme.
      Secara mendasar, ideologi Sosialisme- Komunisme didasarkan pada akidah materialisme. Akidah ini menyatakan bahwa manusia, alam semesta dan kehidupan ini semuanya berasal dari materi (benda). Materi adalah sesuatu yang azali. la tidak diciptakan oleh Tuhan, tetapi ada dengan sendirinya (wajib al-wujůd).
      Materialisme menempatkan materi sebagai tolok ukur segala sesuatu. Sesuatu yang real tidak lain adalah sesuatu yang bersifat material atau fisikal. Sebaliknya sesuatu yang immaterial atau nonmaterial tidak dipandang sebagai sesuatu yang real. Tuhan, misalnya, bukanlah sesuatu yang real, karena keberadaannya-secara material dan fisikal-tidak bisa dibuktikan. Karena itu ideologi Sosialisme-Komunisme ini terkenal sebagai ideologi yang anti Tuhan atau anti agama, yang kemudian melahirkan jargon, "Agama (baca: keyakinan kepada Tuhan) adalah candu bagi masyarakat."
      Karena Tuhan dianggap tidak ada dan segala sesuatu dipandang berasal dari materi, maka aturan-aturan kehidupan yang dibuat oleh manusia harus mengikuti hukum materi (yang selalu mengalami evolusi) bukan mengikuti hukum Tuhan. Dengan pemahaman dasar seperti inilah ideologi Sosialisme-Komunisme melahirkan berbagai onsepsi dan aturan kehidupan-sosial politik, ekonomi, hukum, dsb-yang bercorak materialistik, yang terbukti banyak melahirkan bencana bagiumat manusia
2. Kapitalisme.
      Berbeda dengan sosialisme- Komunisme, ideologi Kapitalisme didasarkan pada akidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Akidah sekularisme ini mengakui bahwa manusia, alam semesta dan kehidupan ini berasal dari--atau diciptakan oleh-Tuhan. Namun demikian keberadaan Tuhan hanya diakui sebagai Pencipta, bukan sekaligus sebagai Pengatur Dengan kata lain, pengakuan terhadap Tuhan hanya sebatas formalitas belaka. Sebab ideologi Kapitalisme hanya mengakui Tuhan dari sisi keberadaan-Nya semata, tidak dari sisi peran-Nya.
      Konsekuensinya, kehidupan manusia tidak perlu diatur oleh Tuhan, tetapi cukup diatur oleh manusia sendiri. Manusia dipandang memiliki kewenangan mutlak untuk mengatur dirinya sendiri. Karena itulah ideologi Kapitalisme menjauhkan peran Tuhan (baca: agama) dari kehidupan, sekaligus mengukuhkan peran manusia sebagai pengatur kehidupan. Dalam konteks kekinian, hal itu diwujudkan dalam kerangka demokrasi dengan jargon kedaulatan rakyat- nya. Kedaulatan rakyat nyata-nyata menafikan kedaulatan Tuhan.
      Ideologi Kapitalisme kemudian melahirkan berbagai konsepsi dan aturan kehidupan-sosial, politik, ekonomi, hukum, dsb. Berbagai konsepsi dan aturan kehidupan tersebut semata-mata bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia.
      Dengan menjadikan kedaulatan ada di tangan manusia (rakyat), berbagai malapetaka kehidupan manusia terjadi Manusia yang serba kurang dan terbatas dengan kepentingan dan hawa nafsunya, membuat berbagai konsepsi dan aturan yang justru banyak menimbulkan bencana bagi mereka sendiri. Kehidupan serba bebas tanpa mau terikat dengan aturan Tuhan menjadi pola hidup manusia. Dilegitimasi dengan jargon Hak Asasi Manusia (HAM) manusia hidup lepas dari aturan Tuhan Penindasan sesama manusia terjadi. Yang kuat menindas yang lemah. Yang berkuasa memeras rakyat. Tidak ada nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan sosial karena agama adalah urusan privat, bukan urusan publik.
3. Islam.
      Islam jelas berbeda bahkan bertolak belakang dengan kedua ideologi di atas. Islam memandang bahwa manusia, alam semesta dan kehidupan berasal dari-atau diciptakan oleh-Tuhan, yakni Allah SWT Dialah Pencipta sekaligus Pengatur alam semesta beserta seluruh isinya. Allah SWT berfirman:
      Itulah Allah, Tuhan kalian. Tidak ada Tuhan selain Dia Yang menciptakan segala sesuatu. Karena itu sembahlah Dia. Dialah Pemelihara segala sesuatu (TQS al-An'am [6]: 102),
      Allah SWT pun berfirman:
      Sungguh Allah adalah Tuhanku dan Tuhan kalian. Karena itu sembahlah Dia oleh kalian. Inilah jalan yang lurus (TQS Ali Imran [3]: 51).
      Islam memandang bahwa sebagai Pencipta dan Pengatur, Allah SWT adalah Mahatahu atas segala sesuatu yang Dia diciptakan dan Dia atur. Islam pun memandang bahwa sebagai ciptaan (makhluk), manusia-meskipun yang paling mulia di antara makhluk-Nya-memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Di sisi lain Allah SWT telah memberikan seperangkat aturan bagi manusia untuk mengatur kehidupannya, yakni al-Quran dan as-Sunnah. Karena itu masuk akal jika manusia mengatur seluruh aspek kehidupannya-baik urusan akhirat maupun urusan dunia; baik urusan ibadah maupun muamalah-dengan berpedoman pada al- Quran dan as-Sunnah yang bersumber dari Penciptanya, yakni Allah Yang Mahatahu. Bahkan manusia wajib tunduk pada al-Quran dan as-Sunnah sebagai sumber hukum bagi kehidupan mereka (Lihat, antara lain: QS an- Nisa [4]:65).
Sama-sama Berbahaya
      Jelas, bukan hanya Sosialisme- komunisme, ideologi Kapitalisme pun berbahaya. Sebab kedua ideologi tersebut sama-sama menolak peran Tuhan dalam mengatur kehidupan manusia. Karena itu ideologi yang perlu dicurigai, diwaspadai dan disingkirkan tentu bukan hanya ideologi Sosialisme-Komunisme semata, tetapi juga ideologi Kapitalisme.
      Saat ini ideologi Kapitalismelah yang diterapkan hampir di seluruh dunia, termasuk di negeri ini. Ideologi ini telah terbukti menghasilkan banyak bencana dan kerusakan. Di bidang ekonomi, misalnya sistem ekonomi kapitalis ribawi terbukti menjadi biang kerusakan ekonomi di negeri ini. Fundamental ekonomi rentan krisis. Utang luar negeri terus menumpuk. Kebijakan ekonomi tidak berpihak kepada rakyat. Semua ini bukan sekadar ancaman, namun telah nyata menyengsarakan rakyat. Di bidang politk, sistem demokrasi telah nyata menjadi biang kerusakan sosial politilk di negeni ini. Lahirlah para poitisi koruptor yang mementingkan kepentingan pribadi, mudah ingkar janji, memperkaya diri sendiri, membangun dinasti politik, bahkan memanipulasi agama. Lahirlah perundangan yang sarat dengan kepentingan dan hawa nafsu, yang lebih berpihak kepda para pemilik modal ketimbang kepada rakyat kebanyakan. Di bidang sosial, sistem sosial yang permissif melahirkan ragam kemaksiatan dan tindakan amoral. Perzinaan dilegalisasi. Miras dijadikan komoditas. Aneka kriminalitas tidak mendapatkan sanksi yang tegas. DIl.
Hanya Islam
      Jika pada faktanya baik Sosialisne Komunisme maupun Kapitalisme sama- sama berbahaya, lalu mengapa kita tidak segera berpaling pada ideologi (mabda) Islam yang nyata-nyata bersumber dari sang Pencipta, Allah SWT, dan telah terbukti selama berabad-abad menjadi rahmatan li alamin? Apalagi Allah SWT telah berfirman:
      Inilah jalan-Ku yang lurus. Karena itu ikutilah oleh kalian jalan itu dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain yang dapat menyimpangkan kalian dari jalan-Nya Demikianlah Allah memerintahkan hal itu kepada kalian agar kalian bertakwa (TQS al- An'am [6]: 153).
      Alhasil, hanya Islam satu-satunya ideologi (mabda) yang sahih. Islam hadir sebagai wujud kasih sayang Allah SWT kepada makhluk-Nya. Karena itu marilah kita kembal bersama-sama menerapkan Islam sebagal ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan kita. Di sinilah pentingnya umat Islam menegakkan sistem pemerintahan Islam. Karena hanya dalam sistem pemerintahan Islam, ideologi Islam bisa benar-benar diterapkan. Allâhummahdina ash-siráthal-mustagim.Amin.D


HIKMAH
Katakanlah (Muhammad) : Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah di atas keyakinan. Mahasuci Allah dan tidaklah aku termasuk ke dalam golongan kaum musyrik (TQS Yusuf [12]:108)

Cara Islam Mengentaskan Kemiskinan


      Dalam sebulan belakangan ini pukulan ekonomi bertubi-tubi dirasakan oleh rakyat karena kenaikan berbagai komoditi kebutuhan hidup. BBM naik berkali- kali. Harga beras terus merangkak. Disusul oleh teiur dan daging ayam. Bahkan harga daging sapi sudah naik jauh sebelum puasa dan tak kunjung turun hingga hari ini. Di sisi lain nilai rupiah terus melemah terhadap dolar. Menembus Rp 14.555,-. Akibatnya, harga sejumlah komoditi impor ikut naik. Sejumlah sektor usaha pun terpukul.
      Anehnya, Pemerintah berulang menyatakan sikap optimis. Katanya, ekonomi Indonesia makin membaik. Pemerintah mengkiaim angka kemiskinan justru menurun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan per Maret 2018 sebesar 9,82% atau 25,95 juta jiwa adalah yang terendah sepanjang sejarah. Benarkah demikian?
Makna Kesejahteraan
      Asumsi yang dibuat Pemerintah dalam menentukan garis kemiskinan adalah mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp401.220 perkapita perbulan (sekitar Rp 13 ribu perhari). Penentuan ambang batas kemiskinan tersebut dipertanyakan banyak kalangan. pasalnya, standar Pemerintah dalam menentukan angka kemiskinan tidak logis. Bayangkan, setiap orang dengan pengeluaran Rp 15 ribu rupiah perhari, misalnya, dianggap telah sejahtera. Mereka dianggap bukan orang miskin. Padahal jelas, dengan Rp 15 ribu perhari, orang hanya bisa makan sekali sehari. Itu pun alakadarnya. Lagi pula, manusia hidup tak cuma butuh makan. Apalagi cuma sekali sehari. Manusia hidup juga butuh pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, biaya transportasi, dll. Faktanya, semua itu tidak gratis.
      Jelas standar kemiskinan Rp 13 ribu perhari sangat merendahkan orang miskin. Apalagi PBB pada tahun 2015 teiah merevisi pengukuran kemiskinan ekstrem yang semula 1,25 dolar (AS) menjadi 1,9 dolar (AS). Berdasarkan standar ini orang  dinyatakan sangat miskin jika memiliki pendapatan/pengeluaran kurang dari 1,9 dolar perhari (sekitar Rp 27.550 perhari) Jika standar PBB ini digunakan maka jumlah warga yang terkategori amat miskin akan melejit, bisa mencapai 30 persen warga Indonesia atau lebih dari 75 juta orang.
Standar Islam
      Dalam Islam, kemiskinan tidak dinilai dari besar pengeluaran atau pendapatan, tetapi dari pemenuhan kebutuhan asasiyah (pokok) secara perorangan. Kebutuhan pokok itu mencakup sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan secara layak. Allah SWT berfirman:
      Kewajiban para ayah memberikan makanan dan pakaian kepada keluarga secara layak (TQS al-Bagarah 12:233).
      Tempatkanlah para istri di tempat mana saja kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian. Janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka (TQS ath-Thalaq [85): 6)
      Bahkan dalam Islam, orang baru dikatakan kaya atau sejahtara jika memiliki kelebihan harta di atas 50 dirham. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
      "Tidaklah seseorang meminta-minta sementara ia kaya, kecuali pada Hari Kiama nanti ia akan memiliki cacat di wajahnya. Ditanyakan kepada beliau, "Ya Rasululah, apa yang menjadikan ia termasuk orang kaya?" Beliau menjawab, "Harta sebesar o dirham... ( HR an-Nasa'l dan Ahmad)
      Mengomentari hadis di atas. Syaikh Abdul Qadim Zallum menyatakan "Siapa saja yang memiliki harta sebesar 50 dirham-atau setara dengan 148,75 gram perak, atau senilai dengan emas seharga itu-yang merupakan kelebihan (sisa) dari pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal: juga pemenuhan nafkah istri d an an a k-an aknya s erta pembantunya-maka ia dipandang orang kaya. la tidak boleh menerima bagian dari zakat (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwál fi ad- Dawalah al-Khilâfah, hlm. 173).
      Jika satu dirham hari ini setara dengan Rp 50 ribu saja, maka 50 dirham sama dengan Rp 2,5 juta. Kelebihan harta di atas 2,5 juta itu tentu merupakan sisa dari pemenuhan kebutuhan pokoknya (makanan, pakaian, perumahan; juga nafkah untuk anak, istri dan gaji pembantunya).
Cara isiam Mengentaskan Kemiskinan
      Pertama: Secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233). Rasulullah saw.juga bersabda:
      Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain (HR ath-Thabarani).
      Jika seseorang miskin, ia diperintahkan untuk bersabar dan bertawakal seraya tetap berprasangka baik kepada Allah sebagai Zat Pemberi rezeki Haram bagi dia berputus asa dari rezeki dan rahmat Allah SWT. Nabi saw. Bersabda :
      Janganlah kamu berdua berputus asa dari rezeki selama kepala kamu berdua masih bisa bergerak. Sungguh manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merah tanpa mempunyai baju, kemudian Allah 'Azza wa Jalla memberi dia rezeki (HR Ahmad, Ibnu Majah dan lbnu Hibban).
      Kedua: Secara jamai (kolektif) Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw.bersabda:
      Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu (HR ath-Thabrani dan al-Bazzar).
      Rasulullah saw.juga bersabda:
      Penduduk negeri mana saja yang di tengah- tengah mereka ada seseorang yang kelaparan (yang mereka biarkan) maka jaminan (perlindungan) Allah terlepas dari diri mereka (HR Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah).
      Ketiga: Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw. bersabda:
      Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
      Di Madinah, sebagai kepala negara, Rasulullah saw. menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau ada ahlus-shuffah. Mereka adalah para sahabat tergolong dhuafa. Mereka dizinkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.
      Saat menjadi khalifah, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak- anak. Beliau juga membangun "rumah tepung" (dar ad-daqgiq) bagi para musafir yang kehabisan bekal.
      Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan pemberian insentif untuk membiayai pernikahan para pemuda yang kekurangan uang.
      Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-Cuma.
      Hal di atas hanyalah sekelumit peran yang dimainkan penguasa sesuai dengan tuntunan syariah Islam untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Pentingnya Penerapan Syariah Islam
      Saat ini kemiskinan yang menimpa umat lebih merupakan kemiskinan struktural/sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara/penguasa. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme-sekularisme Sistem inilah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. Di negeri ini telah lama terjadi privatisasi sektor publik seperti jalan tol, air, pertambangan gas, minyak bumi dan mineral. Akibatnya, jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber- sumber kekayaan tersebut yang sejatinya adalah milik mereka. Akibat lanjutannya, menurut laporan tahunan Global Wealth Report 2016, Indonesia menempati negara keempat dengan kesenjangan sosial tertinggi di dunia. Diperkirakan satu persen orang kaya di Tanah Air menguasai 49 persen total kekayaan nasional.
      Di sisi lain rakyat seolah dibiarkan untuk hidup mandiri. Penguasa/negara lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Di bidang kesehatan, misalnya, rakyat diwajibkan membayar iuran BPJS setiap bulan. Artinya, warga sendiri yang menjamin biaya kesehatan mereka, bukan negara. Dalam konteks global, di semua negara yang menganut kapitalisme- liberalisme-sekularisme telah tercipta kemiskinan dan kesenjangan sosial. Hari ini ada 61 orang terkaya telah menguasai 82 persen kekayaan dunia. Di sisi lain sebanyak 3.5 miliar orang miskin di dunia hanya memiliki aset kurang dari US$ 10 ribu. Karena itu mustahil kemiskinan bisa dientaskan bila dunia, termasuk negeri ini, masih menerapkan sistem yang rusak ini. Bahkan Oxfam International yang meriset data ini menyebut fenomena ini sebagai "gejala sistem ekonomi yang gagal!" (Tirto.id, 22/01/2018).
      Karena itu saatnya kita mencampakkan sistem selain Islam yang telah terbukti mendatangkan musibah demi musibah kepada kita. Sudah saatnya kita kembali pada syariah Islam yang berasal dari Allah SWT. Hanya syariah-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia. Syariah akan menjadi rahmat bagi mereka (Lihat: QS al-Anbiya [21]: 107). Lebih dari itu, penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah wujud ketakwaan yang hakiki kepada Allah SWT..

HIKMAH
Allah SWT berfirman :
 Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami membuka untuk mereka pintu keberkahan dari langit dan bumi. (TQS al-A’raf [7] :96)

Memetik Hikmah Dibalik Musibah


      Gempa Lombok pertama kali terjadi pada tanggal 29 Juli 2018 dengan kekuatan 6,4 SR. Disusul gempa berikutnya yang lebih besar pada 5Agustus dengan kekuatan 7,5 SR. Setelah itu diikuti dengan gempa-gempa susulan.
      Berdasarkan catatan BNPB yang dikutip dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, per Jumat 24 Agustus 2018, wilayah Lombok sudah diguncang oleh 1.089 kali gempa susulan sejak gempa besar kali pertama 5 Agustus 2018. Dari 1.089 kali gempa susulan tersebut, gempa yang dirasakan ada 50 kali (Viva.co.id, 24/8/2018).
      Akibat gempa, 555 orang meninggal dunia. Terdapat 390.529 orang yang masih mengungsi. Mereka masih memerlukan bantuan logistik (Viva.co.id, 24/8/2018).
      Dalam minggu ini, gempa susulan juga terjadi pada Minggu (26/8) dini hari di Kabupaten Sumbawa Barat, NTB (CNNIndonesia.com, Minggu, 26/8). Kemudian pada Selasa (28/8/2018) juga terjadi dua kali gempa di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang hanya berselang lima menit. Kekuatannya 6,2 Skala Richter dan 5,8 Skala Richter. (Detik.com, 28/8/2018).

Menyikapi Musibah
      Musibah apa pun, termasuk gempa bumi, merupakan bagian dari qadhâ'Allah SWT Ini yang harus kita imani.
      Katakanlah, "Tidak akan pernah menimpa kami melainkan apa yang memang telah Allah tetapkan untuk kami. Dialah Pelindung kami." Karena itu hanya kepada Allahlah kaum Mukmin harus bertawakal (TQS at-Taubah [9]:51).
      Karena itu dalam menghadapi musibah apapun yang tak bisa ditolak, setiap Muslim harus bersikap positif. Pertama, dengan selalu bersikap sabar. Kesabaran ini harus terus dipupuk dan dipelihara.
      Sebab Allah SWT memang akan menguji sejauh mana kesabaran para hamba-Nya Orang-orang yang sabar inilah yang kemudian Allah SWT gembirakan
      Gembirakanlah orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "InnalilLahi wa inná ilayhi ráji'un. "Mereka itulah yang bakal mendapat keberkahan dan rahmat dari Tuhan mereka. Mereka pula yang bakal mendapat petunjuk (TQS al-Baqarah [2]:155-157)
      Kesabaran yang harus dibangun tentu bukan kesabaran yang bersifat pasif melainkan kesabaran yang positif dan aktif. Dengan kata lain kesabaran itu disertai dengan perenungan untuk menarik pelajaran guna membangun sikap, tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat. Di dalamnya termasuk untuk bisa melakukan mitigasí bencana secara lebih baik. Dengan itu dampak dan kerugian yang diderita dalam berbagai aspeknya bisa diminimalisasi.
      Kedua, dengan senantiasa lapang dada/ridha selain bertawakal dan mengembalikan semuanya kepada Allah Yang Mahakuasa. Rasul saw. Bersabda :
      Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah lalu ia berkata, "Inna lilLáhi wa innå ilayhi raji'un (Sungguh kami adalah milik Allah dan kepada Dialah kami kembali), ya Allah, berilah aku pahala karena musibahku ini, dan berlah aku pengganti yang lebih baik dari musibah ini, kecuali Allah memberi dia pahala dalam musibahnya dan mengganti musibah itu dengan yang iebih baik untuk dirinya (HR Muslim, Ahmad dan Ibn Majah).

Hikmah di Balik Musibah
      Dengan sikap sabar dan ridha musibah yang datang akan mendatangkan banyak hikmah dan kebaikan. Di antaranya: Pertama musibah bisa menghapus dosa. Inilah yang disabdakan oleh Rasul saw. Tidaklah seorang Mukmin tertusuk duri atau lebih dari itu, kecuali dengan itu Allah meninggikan dia satu derajat atau Allah menghapuskan dari dirinya satu dosa (HR Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad). Kedua, meialui bencana, Allah SWT ingin menunjukkan kekuasaan-Nya kepada manusia. Allah SWT juga mengingatkan bahwa manusia itu lemah, akalnya terbatas dan membutuhkan bantuan-Nya. Dalam hal gempa bumi, faktanya akal dan pengetahuan manusia belum bisa memprediksi secara akurat akan terjadinya gempa. Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Dr. Daryono M.Si menyebut tidak ada satu pun lembaga resmi dan pakar yang kredibel dan diakui mampu memprediksi gempa. Bahkan ketika didukung dengan teknologi yang lebih canggih sekalipun. "Pakar gempa dunia pun sepakat bahwa gempa memang belum dapat diprediksi dengan akurat kapan di mana dan berap a magnitudonya," jelas Daryono (CNNIndonesia.com, 24/8.
      Maka dari itu tidak sepantasnya manusia sombong di hadapan kekuasaan Allah SWT. Tak sepantasnya manusia menyangka telah sanggup menguasai dan mengatur dunia seraya meninggalkan petunjuk Allah Yang Mahabijaksana, dengan meninggalkan syariah-Nya.

Mengembalikan Kesadaran Spiritual
      Allah SWT mendatangkan musibah untuk mengingatkan dan mengembalikan kesadaran spiritualitas manusia akan azab Allah SWT.Allah SWT berfirman:
      Apakah kalian merasa aman dari (azab) Allah Yang (berkuasa) di langit saat Dia menjungkirbalikkan bumi bersama kalian Lalu dengan itu tiba-tiba bumi berguncang? Ataukah kalian merasa aman dari (azab) Allah Yang (berkuasa) di langit saat Dia mengirimkan angin disertai debu dan kerikil Lalu kelak kalian akan tahu bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? (TQS al-Mulk (67]: 16- 17).
      Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya, Ma'alim at-Tanzíìl, menjelaskan: lbn Abbas ra. berkata, "A amintum man fi as-sama'i (Apakah kalian merasa aman dari apa yang ada di langit), yakni dari azab Zat Yang ada di langit saat kalian bermaksiat kepada-Nya. An yakhsifa bikum al-ardha faidzá hiya tamůr (Dia menjungkirbalikkan bumi bersama kalian. Lalu dengan itu bumi berguncang." Ai-Hasan berkata, Bumi bergerak beserta penduduknya Dikatakan, bumi itu ambruk menimpa mereka. Maknanya, Allah menggerakkan bumi pada saat perjungkirbalikan Akibatnya, bumi melemparkan mereka ke bawah. Bumi lebih tinggi dari mereka dan berjalan di atas mereka”.
      Allah SWT lalu menutup ayat berikutnya dengan memberitahukan 'fasata'lamůna kayfa nadzirlin". Imam lbn Katsir menjelaskan dalam Tafsir al-Qurân al-Azhim: "Maknanya, bagaimana peringatan-Ku dan kesudahan orang yang menyimpang dan mendustakan peringatan itu.
      Jadi musibah yang menimpa itu pada dasarnya untuk memberikan peringatan kepada manusia agar manusia kembali pada kesadaran akan kemahakuasaan Allah SWT, Pencipta alam semesta. Dengan musibah, manusia juga diharapkan menyadari betapa lemah dirinya dan betapa terbatas kemampuannya. Dengan musibah, manusia juga diharapkan kembali menyadari bahwa sebagai makhluk ciptaan dan hamba dari Al-Khaliq tidak selayaknya bermaksiat kepada-Nya, menyimpang atau menyalahi peringatan (wahyu)-Nya serta mendustakan dan mengabaikan hukum-hukum dan syariah-Nya.
      Bangkit untuk Taat Kesadaran spiritual sebagai efek positif dalam menyikapi musibah haruslah membangkitkan energi penghambaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Energi untuk makin meningkatkan ibadah kepada Allah SWT dalam arti yang seluas luasnya. Wujudnya adalah tunduk dan patuh menjalankan dan menerapkarn hukum-hukum dan syariah-Nya secara total di muka bumi.
      Kesadaran spiritual ini juga harus membangkitkan energi untuk melakukarn perbaikan dan meluruskan penyimpangan, untuk menempuh jalan dan sistem yang benar yang bersumber dari wahyu Allah SWT. Apalagi banyak musibah terjadi di antaranya selalu melibatkan peran dan keterlibatan manusia. Allah SWT berfirman:
      Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian) (TQS asy-Syura [42]:30)
      Keteribatan manusia itu boleh jadi di antaranya berupa perilaku yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan terjadinya musibah menurut sunatullah.
      Boleh jadi pula berupa tindakan dan kebijakan yang berakibat pada besarnya dampak musibah atau dalam hal penanganan terhadap bencana yang terjadi.
      Karena itu musibah yang terjadi haruslah menumbuhkan kesadaran dan keberanian untuk meluruskan segala hal yang salah, keberanian untuk melakukan perbaikan atas berbagai kerusakan (fasad) yang ada, serta keberanian mengakhiri dan meninggalkan sistem rusak buatan manusia, yakni ideologi dan sistem sekularisme-kapitalisme. Lalu mengganti sistem rusak itu dengan ideologi dan sistem yang benar, yang telah Allah SWT telah turunkan. Itulah ideologi dan sistem Islam. Itulah akidah dan syariah Islam yang memang wajib diterapkan di dalam seluruh aspek kehidupan manusia; ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, hukum, peradilan, dll. WalLâh a'lam bi ash- shawâb.

Sebaran Wisata di Nagari Sungai Pinang