Labels

Geografi (10) Islam (53) Kuliah (5) Peta (6) Power Point (4) Skripsi (1) Tokoh (1) Video (1)

Pengukuran Sumberdaya wilayah pesisir dan lautan


3.1. Pendekatan Survei Sumberdaya Lahan
Daerah atau negara yang sedang berkembang biasanya hanya mempunyai sedikit atau tanpa tersedianya informasi tentang lahan, sehingga permasalahan yang dihadapi berbeda-beda dengan negara yang sudah maju.karena kurangnya informasi tentang lahan, diperlukan metode survei yang dapat dengan mudah dilakukan secara tepat , sehingga data yang dihasilkan dapat diperoleh secara relatif cepat untuk mendukung suatu perencanaan pembangunan yang akan dilakukan pada daerah-daerah terpencil dan tanpa jaringan transportasi yang memadahi.
Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Pertama adalah dengan pendekatan fisiografik (physiographic approach) yang mempertimbangkan lahan secara keseluruhan di dalam penilaiannya. Pendekatan fisiografik ini umumnya menggunakan kerangka bentuklahan (landform framework) untuk mengidentifikasikan satuan daerah secara alami. Zonneveld (1979) menamakan pendekatan demikian sebagai pendekatan parametrik (parametric approach) yaitu suatu sisitem klasifikasi dan pembagian lahan atas dasar pengaruh atau nilai ciri lahan tertentu dan kemudian mengkombinasikan pengaruh-pengaruh tersebut untuk memperoleh dengan membagi satu faktor ke dalam beberapa kelas dengan menggunakan nilai kritis tertentu untuk memberikan peta isoritmik yang sederhana.
Pendekatan fisiografik mengelompokan lahan secara keseluruhan dan tidak berdasarkan sifat tertentu. Hal ini dilakukan dengan anggapan bahwa suatu daerah yang mempunyai fisiografis yang relatif seragam akan mempunyai faktor-faktor lingkungan lainnya yang juga relatif seragam, seperti iklim mikro, ciri tanah, kondisi habitat tanaman dan sebagainya. Masing-masing satuan lahan yang di identifikasikan dengan cara demikian dapat dianggap mempunyai sifat-sifat yang secara keseluruhan relatif seragam. Pendekatan ini sangat tepat apabila diperlukan evaluasi medan secara keseluruhan. Klasifikasi lahan dengan pendekatan fisiografik ini menjadi sangat penting dalam evaluasi lahan mengikuti dua perkembangan, yaitu; konsep satuan fisiografi sebagai dasar pembagian dari bentang lahan, dan kecenderungan pengguna semakin meluas dari penginderaan jauh, terutama foto-foto udara.
Pendekatan parametrik (parametric approach) mengklaskan lahan atas dasar sejumlah sifat lahan tertentu, (Marbut, 1968), dimana pemilihan sifat tersebut ditentukan oleh peruntukan dan penggunaan lahan yang sedang dipertanyakan.pendekatan ini biasanya digunakan apabila individu dari sifat lahan dianggap lebih penting dari survei untuk keperluan yang sifatnya umum dengan memprtimbangkan banyak sifat sampai ke klasifikasi dengan dasar yang lebih sederhan untuk penggunaan-penggunaan yang bersifat khusus. Pendekatan parametrik  ini berdasarkan nilainumerik sehingga penilaian subjektif dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan metode evaluasi ini banyak menarik perhatian dalam pengembangan.
Pendekatan parametrik terdiri atas beberapa tahapan berikut; (a) mengevaluasi secara terpisah sifat-sifat tanah yang berbeda dan memberikan secara terpisah nilai numeriknya menurut kepentingannya di dalam atau diantara sifat-sifat tertentu, (b) mengkombinasikan nilai-nilai numerik dari faktor-faktor tersebut menurut hukum matematik dengan mempertimbangkan hubungan interaksi antara faktor-faktor dalam menghasilkan indeks penampilan terakhir, (c) yang akhirnya digunakan untuk menggolongkan tanah menurut nilai pertaniannya. Pendekatan ini mempunyai beberapa ragam penggunaan, seperti pengklasifikasian tanah menurut kebutuhan pupuk, sesuai untuk irigari, kehutanan atau untuk menunjukkan potensi pertanian suatu daerah dalam arti luas. Pendekatan parametrikmempunyai berbagai keuntungan, yaitu kriteria yang dapat dikuantifikasikan dapat dipilih., sehingga memungkinkan data yang objektif, keandalan, kemampuan untuk direproduksikan (reproduccibility) dan tepatannya tinggi. Masalah yang mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal pemilihan sifat, penarikan batas-batas kelas, waktu yang diperlukan untuk mengkuantifikasikan sifat, serta kenyataan bahwa masing-masing klasifikasi hanya diperuntukan bagi penggunaan lahan tertentu. Sistem klasifikasi lahan dengan pendekatan parametrik menyusun sistem-sitem klasifikasi kemampuannya biasanya  berbeda-beda dalam memilih dan menggunakan faktor-faktor yang diikutkan serta dalam mempertimbangkan serta manipulasi metematik yang digunakan. Ada tiga jenis manipulasi matematik yang sering digunakan dalam mengkombinasikan fakor-faktor tersebut (FAO, 1974), yaitu;
1.       penjumlahan (additve) atau penggunaan (subtractive) misalnya P=A + B - C
2.       perkalian (multiplicative), misalnya P=A x B x C
3.       persamaan parametri kompleks, misalnya P= A       
P adalah indeks atau nilai parametrik yang berhubungan dengan produksi (kg/ha), dan A,B,C, dan D adalah ciri tanah dan lokasi seperti kedalaman, tekstur, dan sebagainya. Terapan pendekatan parametrik tidak hanya untuk bidang pertanian tetapi dapat juga untuk keperluan rencana penataan ruang suatu kawasan. Berikut ini akan di sajikan contoh perhitungan pendekatan parametrik dengan metoda penjumlahan yang dapat dilihat pada Tabel 8.1

Tabel 8.1. Perhitungan Skor Lokasi  Untuk Peruntukan Lahan (SK Menteri Pertanian No 837/KPTS/UM/1980)
Variabel
Nilai
Rentang Variabel
Kategori dan Bobot
1. Kemiringan Lereng
Kelas Lereng
Kemiringan Lereng %
Kategori
Bobot

1
0-8
Datar
20

2
8-15
Landai
40

3
15-25
Agak curam
60

4
25-40
Curam
80

5
>40
Sangat curam
100





2. Kepekaan tanah terhadap erosi
1
Aluvial, tanah glei, planosol, hidromorf, laterite, air tanah
Tidak peka
15

2
Latosol
Kurang peka
30

3
Brown forest soil, non calcic brown, mediteran
Agak peka
45

4
Andosol, laterite, grumusol, podsol, podsolik
Peka
60

5
Pegosol, litosol, organosol, renzina
Sangat peka
75





3. Intensitas hujan
Kelas intensitas
Intensitas hujan (mm/hari hujan)
keterangan


1
=<13,5
Sangat rendah
10

2
13,6-20,7
Rendah
20

3
20,7-27,7
Sedang
30

4
27,7-34,8
Tinggi
40

5
>34,8
Sangat tinggi
50
Contoh: suatu wilayah memiliki karakteristik, kemiringan lereng 30%, jenis tanah andosol, dan intensitas hujan 30 mm/hari hujan. Tentukan berapa skor lokasinya dan peruntukannya untuk apa?
Variabel
Nilai
Bobot
Skor peruntukan
Kemiringan lereng
30%
80
>175 kawasan lindung
Jenis tanah
Andosol
60
125-174 kawasan penyangga
Intensitas hujan
30mm/hh
40
< 125 budidaya tanaman tahunan (lereng < 15%)

Indeks Lokasi                               180
< 125 kawasan tanaman semusim dan permukiman (lereng <8%)
Peruntukan lahan diarahkan untuk kawasan lindung
Sumber: Muta’ali, 2002


Metode perkalian sering digunakan dalam menganalisis suatu gejala di permukaan bumi dengan menggunakan pendekatan tertentu. Metoda perkalian ini tergantung dari banyaknya jumlah variabel yang digunakan dalam menganalisis suatu fenomena atau gejala di permukaan bumi. Contoh dari metode perkalian dapat dilihat pada Tabel 8.2

Tabel 8.2. Karakteristik Medan dan Tingkat Risiko Longorlahan Daerah Ngarai Sianok Kota Bukittinggi
No
Simbol
Nilai
Bahaya
FK
Magnitude
Nilai Risiko Spesifik
Elemen yang Berisiko
Nilai Risiko Total
Ket
Data
H
Data
Jiwa
Tipe Bgn
H/B
(Juta)
Nilai
Data
H
1
V.I. T. Reg. P
28
2,00
1
4
Pn
>100
1
28
>50
1
28
Rendah
2
V.I.T. Reg.P
29
2,00
1
5
Sp
<100
0,5
14,5
>50
1
14,50
Rendah
3
V.III.T.Reg.P
33
2,00
1
5
Pn
>100
1
33
>50
1
33
Rendah
4
V.I.T.Reg.Kc
27
2,00
1
5
-
<10
0,1
2,70
<50
0,5
1,35
Rendah
5
V.II.T.Lat.Kc
27
2,00
1
5
-
<10
0,1
2,70
>50
1
2,70
Rendah
6
V.III.T.Reg.Tl
27
2,00
1
5
-
<10
0,1
2,70
>50
1
2,70
Rendah
7
V.III.T.lat.Tl
33
2,00
1
5
-
<10
0,1
3,30
<50
0,5
1,65
Rendah
8
V.III.T.Lat.Kc
32
2,00
1
5
-
<10
0,1
3,20
>50
1
3,20
Rendah
9
V.IV.T.Lat.Kc
30
2,69
1
5
-
<10
0,1
3,00
<50
0,5
1,50
Rendah
10
V.IV.T.Lat.P
32
2,69
1
5
Sp
<100
0,5
16
>50
1
16
Rendah
11
V.V.T.Reg.Pf
41
1,04
3
4
Pn
>100
1
123
>50
1
123
Tinggi
12
V.V.T.Reg.Tm
36
1,32
1
4
-
<10
1
36
>50
1
36
Rendah
13
V.V.T.Reg Kc
32
1,65
1
5
-
<10
0,1
3,20
<50
0,5
1,60
Rendah
14
V.IV.T.Reg.Kc
30
1,15
2
5
-
<10
0,1
6,00
>50
1
6,00
Rendah
15
V.V.T.L.at.P
38
1,42
1
5
Pn
>100
0,1
38
>50
1
38
Rendah
16
V.VI.T.Reg.Kc
34
1,73
1
5
-
<10
0,1
3,40
<50
0,5
1,70
Rendah
17
V.IV.T.Reg.P
35
2,25
1
5
Pn
>100
1
35
>50
1
35
Rendah
18
S.VI.T.Reg.H
35
0,92
3
4
-
<10
0,1
10,50
>50
0
0
Rendah
19
S.II.T.Reg.H
24
2,00
1
5
-
<10
0,1
2,40
>50
0
0
Rendah
20
S.II.T.Reg.S
32
2,00
1
5
-
<10
0,1
3,20
<50
0,5
1,6
Rendah
21
S.III.T.Reg.S
34
2,00
1
5
-
<10
0,1
3,40
<50
0,5
1,70
Rendah
22
S.II.T.Reg.P
27
2,00
1
5
Sp
<100
0,5
13,50
>50
1
13,50
Rendah
23
S.VI.T.Reg.P
38
0,92
3
5
Sp
<100
0,5
57
>50
1
57
Sedang
Sumber: Triyatno, 2004
Keterangan:
Bentuklahan:              Tipe Bangunan:                          Jenis Tanah:              Batuan:
V: vulkanik                                    Pn: permanen                          Reg: regosol              T: tuff batu apung
S: struktural               Sp: semi permanen                     Lat: latosol
               


Lereng:                      H/B= harta benda                        Penggunaan Lahan
I: datar                      FK: faktor keamanan                   P: permukiman
II: landai                    H: harkat/skor                            Tl: tegalan
III:miring                                                                    Kc: Kebun campuran
IV: agak curam                                                           Tm: taman
V: curam                                                                   Pf: prasarana fisik
VI: sangat curam                                                        S: sawah
                                                                                H: hutan   
                                                                                                                                                               
                                                                               




Disamping metode di atas juga dapat dilakukan evaluasi sumberdaya lahan pesisir dan lautan dengan menggunakan metode SWOT (strenght, weakness, oppurtunity, adan threat). Metode SWOT mencari kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada suatu wilayah serta peluang dan ancaman yang akan dialami pada suatu wilayah tersebut. Berikut ini akan diberikan contoh perhitungan analisis SWOT untuk pengembangan geoekologi wilayah peisir. Dasar penentuan tipe geoekologi adalah jumlah peluang jenis kegiatan wisata yang dapat dilakukan pada setiap satuan geoekologi. Atas dasar hal tersebut, tipe geoekologi dibedakan atas tiga bagian, yaitu tipe geoekologi A yang memiliki peluang jenis kegiatan wisata 6 macam, tipe B dengan peluang jenis kegiatan kegiatan wisata 4-5 kegiatan, dan tipe C yang memiliki peluang jenis kegiatan wisata 3 macam. Adapun tabel pengukuran analisis SWOt yang dilakukan di Lombok Barat dapat dilihat pada Tabel 8.3 dan 8.4.

Tabel 8.3. Fungsi dan Tipe Geoekologi untuk Wisata laut
Sat. geoekologi
Lokasi
Jenis Aktivitas Wisata
Total
Tipe Geoekologi
Kp
Ly
Sk
Sl
SIA
JSK
MC
Br
Snk
slm
Zona
Teluk Naga
5/7
5/7
6/8
5/7
4/7
5/7
5/6
6/7
8/9
8/9
10/10
A
Lepas
mentigi
4/7
4/7
5/8
5/7
4/7
5/7
4/6
6/7
4/9
4/9
8/9
A
Pantai
Pandanan
5/7
5/7
6/8
4/7
5/7
4/7
4/6
4/7
3/9
3/9
8/10
A
(off shore)
Teluk Nipah
5/7
5/7
6/8
5/7
4/7
5/7
4/6
6/7
4/9
4/9
8/10
A

Senggigi
6/7
6/7
7/8
6/7
5/7
5/7
6/6
7/7
6/9
6/9
10/10
A

Batu Layar
5/7
5/7
6/8
5/7
4/7
5/7
4/6
6/7
3/9
3/9
8/10
A
 Sumber: Mardiyatno, 1999

Keterangan:6/7 berarti dari 7 parameter penentu kesesuaian unit geoekologi,hanya 6 parameter yang mendukung dan hanya 1 parameter kendala
Jenis Aktivitas Wisata
Kp                    : Berkapal                                          JsK           : Jet Ski
Ly                     : Berlayar                                           Mc            : Mnacing
Sk                    : Ski Air                                             Br             : Berenang
Sl                     : Berselancar                                      SnK          : Snorkeling
SiA                   :Selancar Angin                                  Slm           : Selam                 

Tabel 8.4. Fungsi dan Tipe Geoekologi untuk Wisata Darat
Sat. geoekologi
Lokasi
Jenis Aktivitas Wisata
Total
Tipe Geoekologi
Pm
Jln
Jmr
Lst
OrV
Mm
Blj
Lyg
Gisik
Teluk Naga
4/7
5/7
6/6
5/6
7/7
2/5
4/5
6/8
7/8
A
mentigi
2/7
3/7
4/6
4/6
4/7
2/5
3/5
4/8
5/8
B
Pandanan
4/7
4/7
4/6
3/6
3/7
2/5
3/5
4/8
5/8
B
Teluk Nipah
4/7
5/7
5/6
4/6
6/7
2/5
3/5
5/8
7/8
A
Senggigi
3/7
4/7
6/6
5/6
4/7
3/5
4/5
5/8
7/8
A
Batulayar
2/7
4/7
4/6
2/6
3/7
2/5
3/3
4/8
4/8
C
Dat. Aluvial Pantai
Teluk Kombal
2/7
3/7
3/6
3/6
3/7
2/5
2/5
4/8
1/8
C

Melaka
4/7
4/7
5/6
4/6
2/7
3/5
2/5
4/8
6/8
A
Dat. Aluvial
Sesela
2/7
2/7
2/6
1/6
2/7
3/5
2/5
4/8
2/8
C
Lembah Antar Perbukitan
Batu Penyu
3/7
2/7
2/6
4/6
3/7
3/5
2/5
3/8
2/8
C
Lerengkaki Perbukitan
Kekeran
3/7
3/7
2/6
3/6
4/7
2/5
2/5
3/8
1/8
C
Perbukitan Denudasional
Pusuk
4/7
3/7
1/6
4/6
3/7
3/5
2/5
3/8
4/8
C
Sumber: Mardiyatno, 1999
Keterangan:6/7 berarti dari 7 parameter penentu kesesuaian unit geoekologi,hanya 6 parameter yang mendukung dan hanya 1 parameter kendala
Jenis Aktivitas Wisata:
Pm                   : Pemanadangan                                 OrV           : Olahraga Volley pantai
Jln                    : Jalan-jalan                                       Mm           : Makan Minum
Jmr                   : Berjemur                                          Blj             : Belanja
Ist                    : Istirahat                                           Lyg           : Layang-layang

Adapun deskripsi analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 8.5.
Tabel 8.5. Deskripsi Analisis SWOT Daerah Lombok Barat
No
Geoekologi
Potensi
Kendala
Satuan
Tipe
Lokasi
Kekuatan
Peluang
kelemahan
Ancaman
1
Laut
B
Pandanan
-  Panorama indah yang masih asli
-  Dekat dengan pusat pariwisata internasional (Bali)
-  Pantai berterumbu karang
-  Perairan yang bersih
- Alternatif pengembangan Senggigi
- pengembangan infra struktur jalan
- Publisitas rendah
- Prasarana untuk pariwisata belum ada
- Kondisi sosial ekonomi setempat yang masih rendah (permukiman kumuh)
2.
Laut
C
Batulayar
- Aksesibilitas tinggii
- Panorama masih asli
- Perairan yang bersih
- Alternatif pengembangan Senggigi
- pengembangan infra struktur jalan
- Publisitas rendah
- Prasarana untuk pariwisata belum ada
- Kebersihan lingkungan darat kurang
- Lahan pengembangan sempit
- Kondisi sosial ekonomi setempat yang masih rendah (permukiman kumuh)
3.
Gisik
A
Senggigi
- Prasarana perhotelan dan komunikasi lengkap
- Aksesibilitas tinggi
- Publisitas tinggi
- Wisata alternatif setelah Bali
- Pengembangan infra struktur jalan
-  Sanitasi dan kesehatan lingkungan kurang memadahi
-  Area terbangun sudah padat
-  Ketergantungan yang tinggi terhadap pariwisata di Bali
-  Tidak ada atraksi yang khas
- bencana alam berupa longsor dan abrasi
- konflik kepentingan antara pendatangdan penduduk asli
- ancaman budaya asing
4.
Gisik
A
Teluk Nipah
-  Panorama indah yang masih asli
-  Dekat dengan pusat pariwisata internasional (Bali)
-  Pantai landai
- Alternatif pengembangan Senggigi
- Pengembangan infra struktur jalan
- Publisitas rendah
- prasarana untuk pariwisata belum ada
- Keterbatasan luas lahan untuk prasarana
- Kondisi sosial ekonomi setempat yang masih rendah (permukiman kumuh)
- Spekulasi pemilikan tanah
5.
Gisik
A
Teluk Nara
-  Panorama indah yang masih asli
-  Aksesibilitas tinggi
-  Dekat dengan pusat pariwisata internasional (Bali)
-  Pantai landai
-  Tempat penyeberangan ke Gili
- Alternatif pengembangan Senggigi
- Pengembangan infra struktur jalan
- Publisitas rendah
- Prasarana untuk pariwisata belum ada
- Keterbatasan luas lahan untuk prasarana
- kondisi sosial ekonomi setempat yang masih rendah (permukiman kumuh)
- Spekulasi pemilikan tanah
Sumber: Mardiyatno, 1999

I.        Pertanyaan/Tugas

1.       jelaskan teknik pendekatan untuk mengukur karakteristik lahan?
2.       jelaskan metode pengukuran sumberdaya lahan?
3.       jelaskan metode analisis SWOT dalam penyusunan analisis sumberdaya lahan di wilayah pesisir dan laut? 
II.      Sumber

Fakultas Geografi UGM, 1995. Evaluasi Sumberdaya Lahan, Metodologi dan Terapan untuk ESL, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta

Mardiyatno Djati, 1999. Kajian Geoekologi Daerah Kepesisiran Lombok Barat untuk Pengembangan Wisata Pantai, Majalah Geografi, Vol 16 pp 57-75. Yogyakarta

Triyatno, 2004. Studi Tingkat Bahaya dan Risiko Longsoran Daerah Ngarai Sianok Kota Bukittinggi, Tesis S2 Geografi Fisik UGM, Yogyakarta

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Dinamika Pantai


3.1. Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Pantai
perubahan atau dinamika pantai terjadi apabila proses geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen pantai melebihi proses yang biasa terjadi. Perubahan proses geomorfologi tersebut terjadi sebagai akibat dari sejumlah faktor lingkungan, sepeti; faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang-surut, gelombang, arus laut, salinitas. Faktor-faktor tersebut sangat bervariasi dari suatu tempat dengan tempat lain, sehingga proses yang bekerja dan konfigurasi pantainyapun juga sangat bervariasi (Sutikno, 1993).
1.       Faktor geologi dan geomorfologi
Faktor geologi dan geomorfologi jelas pengaruhnya pada pantai yang terjal (cliff) ditunjukkan oleh kenampakan yang terkait dengan struktur batuan pada lahan buritan, pantai, dan  zone perairan dangkal. Pantai deposisional terpengaruh oleh faktor geologis, yaitu berkaitan dengan sumber sedimen, keadaan daerah aliran sungai atau dasar sungai. Pengarug faktor geologi yang sangat dominan adalah resistensi batuan, karena resistensi batuan akan mempengaruhi sumber sedimen. Apabila batuan yang terdapat pada pantai memiliki resistensi yang lemah maka pantai tersebut akan mudah mengalami abrasi pantai, sehingga pantai akan mengalami kemunduran. Sedangkan pantai yang memiliki batuan yang resistensinya kuat akan lebih tahan terhadap hempasan gelombang, arus laut, dan pasang-surut, sehingga pantainya akan tahan terhadap erosi pantai atau abrasi.
2. Faktor iklim
Faktor iklim berpengaruh terhadap proses pelapukan pada batuan di pantai, yang dapat menyebabkan pelapukan mekanik, pelapukan chemik, dan biologi yang bervariasi menurut kedudukannya, apakah di atas permukaan air laut atau di bawah permukaan air laut. Selanjutnya kondisi iklim berpengaruh terhadap proses erosi, longsorlahan, aliran lumpur, atau rayapan, yang semuanya dapat berpengeruh terhadap pantai.
Variasi regional dari iklim akan tercermin pada kenampakan yang terdapat pada pantai. Di daerah tropis basah, proses pelapukan khemik yang dominan, sehingga di daratan dekat pantai banyak ditemukan hasil pelapukan yang tebal dan berbutir halus. Di daerah yang bermusim dingin proses pelapukan mekanik yang dominan, sehingga di daerah dekat pantai akan banyak dijumpai material yang kasar. Meskipun demikian perlu diketahui bahwa material kasar di pantai bukan monopoli dari daerah yang beriklim dingin, tetapi juga ditemukan pada daerah humid tropik yang bergunungapi aktif. Pada daerahgletser pantainyapun akan ditemukan material kasar, sebagai akibat darimoraine yang masuk ke perairan pantai.
3. Faktor biologi
            faktor biologi juga terpengaruh oleh kondisi iklim, karena binatang atau hewan pertumbuhannya tergantung pada kondisi iklim. Koral hidup pada daerah intertropikal, mangrove tumbuh pada daerah lintang rendah dan rawa payau terjadi pada daerah sedang. Efek dari organisme di pantai dapat dibedakan menjadi:
  1. erosional; misalnya tumbuhan dapat mempercepat proses pelarutan
  2. proteksional; mangrove dan rumput laut dapat melindungi pantai dari abrasi
  3. kontruksional; karang, koral dapat tumbuh membentuk karang penghalang atau atol.
4. Faktor angin
            faktor angin mempunyai pengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan sand dune pantai. Selain itu angin juga sebagai penggerak utama terhadap gelombang dan arus laut permuaan laut. Secara bersama-sama dengan pasang-surut dapat mempengaruhi proses abrasi dan sedimentasi di pantai. Pengaruh angin akan memperbesar gelombang yang datang ke pantai, sehingga ini akan mengikis garis pantai yang mengakaibatkan terjadinya abrasi pantai, kemudian dengan arus laut hasil abrasi pantai tersebut dibawa pada suatu tempat untuk diendapkan.
5. Faktor pasang-surut
            pasang-surut air laut bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain, sehingga berpengaruh terhadap perkembangan garis pantai yang mempunyai bentuk berbeda-beda. Ada pantai yang pengaruh pasang-surutnya kecil sehingga dapat diabaikan tetapi ada pula yang pengaruhnya sangat kuat, karena dapat menimbulkan arus yang kuat. Faktor-faktor tersebut di atas menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan pantai dari suatu tempat, sehingga faktor yang dominan memncirikan morfologi pantainya. Dalammempelajari morfologi pantai dan perkembangannya di suatu daerah dua hal yang perlu diperhatikan, selain faktor-faktor seperti tersebut di atas, yaitu;
  1. kenampakan hasil proses pada masa lampau yang terdapat pada pantai, seperti teras marin dan gua pantai,
  2. modifikasi sistem pantai oleh aktivitas manusia selama abad terakhir, yang dapat berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap perkembangan pantai. Pembuatan tembok penguat tebing pantai, groin, pemecah gelombang, pengerukan dan penimbunan pantai mempunyaipengaruh langsung terhadap proses erosi dan sedimentasi di pantai. Perubahan penggunaan lahan di daratan mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap perkembangan pantai, seperti pembabatan vegetasi, pembakaran hutan, perumputan yang berlebih, dan pencemaran.
Atas dasar uraian tersebut di atas dapat diketahui dan dimengerti bahwa untuk mempelajari perubahan pantai perl mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya dan proses-proses dalamsistemmorfogenetik pantai, seperti perubahan pola garis pantai, sumber sedimen, aliran sedimen yang meliputi arah, jumlah dalam waktu tertentu. Pengaruh faktor-faktor danproses-prosess tersebut akan tercermin pada morfologi atau bentuklahan di pantai.
           
I.        Pertanyaan/Tugas

1.       jelaskan pengaruh faktor geologi dan geomorfologi terhadap dinamika pantai? genesisnya?
2.       jelaskan pengaruh faktor iklim terhadap dinamika pantai?
3.       jelaskan pengaruh faktor biologi terhadap dinamika pantai?
4.       jelaskan pengaruh faktor angin?
5.       jelaskan pengaruh faktor pasang-surut terhadap dinamika pantai?

II.      Sumber

Bird, 1969. Coasts. Massachusetts Institute of Technology,Cambridge, London. England

Pethick, John, 1984. An introduction to Coastal Geomorphology, Edward Arnold. Australia

Sutikno, 1993. Kharakteristik Bentuk dan Geologi Pantai di Indonesia. Diklat PU WIL. III Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta

Sebaran Wisata di Nagari Sungai Pinang