Labels

Geografi (10) Islam (53) Kuliah (5) Peta (6) Power Point (4) Skripsi (1) Tokoh (1) Video (1)

MAMPUKAH RASIO MENGENAL TUHAN

Tiap-tiap hakikat sesuatu, pada akhirnya tersimpul dalam sati hakikat. Dzat Tuhan beserta sifat-sifat-Nya adalah pusat segala wujud, yang merupakan hakikat pertama. Untuk menelusurinya terlebih dahulu manusia harus sanggup menjelajahi seluruh alam raya ini, baik yang berada di bumi, maupun yang berada di langit, yang terlihat dan yang tak mungkin ditembus oleh pandangan inderawi

Matahari yang begitu kuat sinarnya, hanya mampu menerangi sebagian kecil ciptaan Allah SWT. Fitrah insani yang tidak terhalang oleh kotoran, laksana sebuah cahaya yang mampu membiaskan cahaya sehingga seseorang dapat melihat kebesaran ciptaan Allah SWT, siang dan malam, mampuu menembus ke dalam lautan yang terdalam sekalipun. Ia mampu pula melihat ciptaan-Nya, yang diluar dan di dalam dirinya sendiri. Dengan bashirah (mata hatinya), ia sanggup melihat ada-Nya, wujud yang tiada terbatas oleh ruang dan waktu, tiada terikat oleh siapa dan apapun bagi-Nya, tiada memerlukan bantuan dari luar diri-Nya, tetap berdiri sendiri, dengan kekuatan diri-Nya dan tiada serikat bagi diri-Nya.

Rasio bagi manusia, seumpama sinar matahari yang hanya mampu memantulkan cahanya dalam waktu dan ruang yang terbatas. Ia tidak mampu menerangi seluruh bumi ini dalam waktu yang sama, atau ke dalam lautan yang gelap karena tidak dapat dijangkau olehnya. Fitrah insani yang dilengkapi dengan akal, bashirah, sanggup membiaskan cahanya ke segala penjuru alam, ke dalam alam yang terlihat dan tidak terlihat, material dan immaterial,

Dari sekian juta milyar macam ciptaan-Nya, di dalamnya mengandung pula bermilyar-milyar misteri, ada yang sudah dimengerti dan ada yang masih dirahasian oleh Allah SWT. Ada yang ditampakkan melalui kekuatan inderawi dan ada yang ditampakkan melalui bashirah atau mata rohaninya. Kedua mata ini sama-sama berguna untuk dijadikan alat melihat ada nya Allah SWT.

Manusia, apabila mau mempergunakan kedua mata ini, sekaligus akan melahirkan rasa kesadaran, bahwa semua yang ada dan terjadi, hukum dan energi, yang menyangkut alam raya serta kehidupan makhluk-Nya, semua bertumpu pada kehendak Allah SWT sebagai penciptanya.

Manusia sesuai denga fitrahnya selalu bersifat Tauhid, dalam pertumbuhan kempribadiannya terdapat karakter Hewaniah, apabila sifat-sifat ini menonjol bagi diri manusia, akan tercermin sifat-sifat kebinatangan manusia, sehingga menimbulkan rasa ketidakseimbangan jiwa manusiawinya, dimana fitrah insani menghendaki kesucian dan keluhuran jiwa. Tauhid yang tertanam dalam hatinya bisa layu yang lambat laut menjadi mati. Di samping karakter Hewaniah, manusia juga diberi karakter Malaikah, yang lebih mengutamakan nilai-nilai luhur dan suci. Manusia yang penuh dengan karakter Malaikah ini akan memiliki kepribadian luhur, berkerohanian tinggi, berjiwa mulia. Karakter Malaikah ini bisa terbenam, apabila karakter Hewaniyahnya lebih banyak mempengaruhi hidup dan kehidupannya, individunya menonjol berlebihan, lebih banyak terkurung dalam pagar materi dan indera. Penyakit sosial yang diderita masyarakat abad terknologi dewasa ini adalah penyakit ketidakmampuan manusia menguasai dirinya dalam mengekang hawa nafsu Hewaniyah, sehingga dimana-mana selalu timbul ketegangan, pertikaian, keresahan yang kadang-kadang berakhir dengan bermacam bentuk pertumpahan darah.

Ilmu pengetahuan yang telah dicapai manusia, justru tidak membawa harkat manusia semakin meningkat. Kemajuan demi kemajuan semakin mengantar manusia kepada kemerosotan kemanusiaan, jauh dari kemuliaan dan keluhuran insani, manusia semakin jauh dari Penciptanya. Manusia hanya menjadi sekrup mesin-mesin, atau budak-budak penyembah teori-teori ilmu pengetahuan, telah mampu menyingkirkan fitrah Tauhid berada dalam dirinya.

Kita oleh Allah SWT diberi kebebasan untuk berenang dalam lautan ilmu, bahkan setengah menjadi kewajiban umat Islam untuk mencari dan meneranginya. Tetapi kita harus tahu memahami atau mengarahkan. Ilmu itu sendiri adalah suatu tenaga yang netral, yang tidak buruk dan tidak baik. Tetapi cara pendayagunaanya dan pengarahannyalah yang dapat menimbulkan kebaikan atau keburukan. Kebenaran atau kesesatan. Berkata John H. Woodburs dan Ellsworth S. Obourn, "Mengejar ilmu tak hanya menunjuk kepada data yang diperoleh kaum sarjana saja, melainkan juga kepada alat untuk mencapainya / (The Pursuit of science refers not merely to the data acquired by the scientist but also to the means of it acquisitio)", ( Teaching the pursuit of Science, The Macmillan Coy, M. Y. 1965, p. 12 ) dinukil dari tulisan S.I. Puradisastra.
Dalam surat Al-Isra' Bani Israil ayat 36, Allah SWT berfirman :

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
yang artinya : " Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. "

Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh rasio dalam mengikuti perkembangan dan peradaban manusia, kadangkala tidak mampu mengantar manusia kepada kehidupan kemanusiaan yang luhur, malah sebaliknya, sebagai bukti Eropa abad ke-20 ini telah mencapai puncak pengetahuan, disamping kekuatan meterial dan hasil produksinya yang melimpah ruah, yang tak pernah ada tandingannya sejak manusia dilahirkan di muka bumi ini.

Tetapi Eropa abad ke 20 di balik kejayaan ilmu dan materinya, sebenarnya telah mencapai tingkatan kemerosotan moral dan jiwa yang tidak pernah dialami oleh  umat manusia baik pada zaman jahiliah kuno, maupun jahiliah modern. Jiwanya kosong, kerohaniannya timpang, sunyi dari akidah, kehilangan Moralitas dalam arti manusiawi yang lebih luas, bukan dalam pengertian moral interest yang sempit sebagaimana berlaku di dunia Barat dewasa ini.

Andaikata kemajuan ilmiah, produksi benda dan lain-lainnya yang terdapat di luar kejiwaaan mempunyai pengaruh terbesar dalam membentuk aspek kejiwaan insan, maka sepatutnyalah dunia Barat dewasa ini menempati puncak tertinggi kemanusiaaan di segala bidang kelakuan manusia. Andaikata begitu dunia Bara tidak akan berwajah suram seperti yang tempak pada dewasa ini, diskriminasi rasial, kolonialisme, dekadensi moral, kerendahan jiwa, pergumulan sengit untuk memperluas ekspani dan penguasaan, ketakutan terhadap bahaya perang, dan kehancuran total menghantui ketentraman hidup. (Islam di tenga Pertarungan Tradisi, Muhammad Quthub).


Bersambung, ,
Sabar dulu yak, , masih cari bahan referensi yang lain 😀😀

Hukum Mencela Ulama ( oleh : Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah )

Pertanyaan : Apakah pendapat Syaikh terhadap sebagian penuntut ilmu dari kalangan pemuda yang mempunyai kebiasaan mencela satu sama lain, membuat manusia menjauh dan menghindar dari mereka? Apakah ini termasuk perbuatan syar'i yang diberi pahala atasnya atau (tidak syar'i) yang disiksa atasnya?

Jawaban : Menurut pendapat saya ini adalah perbuatan yang diharamkan. Apabila seorang muslim tidak boleh mengumpat (ghibah, menggunjing) saudaranya sesama muslim sekalipun ia bukan seorang yang alim, maka bagaimana mungkin dibolehkan baginya mengumpat saudaranya sesama ulama dari golongan orang-orang yang beriman? Orang yang beriman wajib menahan lisannya dari ghibah terhadap saudara-saudaranya sesama muslim. Firman Allah SWT : 


Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencaricari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. al-Hujurat:12)

Hendaklah orang yang melakukan hal ini mengetahui bahwa apabila ia mentajrih (mencela) seorang ulama maka ia menjadi penyebab ditolaknya kebenaran yang dikatakan oleh ulama ini. Maka tanggung jawab dan dosanya adalah terhadap orang yang mencela ini, karena mencela seorang ulama pada kenyataannya bukanlah mentajrih (mencela) pribadinya, bahkan mencela pewaris Nabi Muhammad SAW. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Apabila ia mentajrih ulama dan mencela mereka niscaya manusia tidak percaya dengan ilmu yang ada di sisi mereka dan ilmu tersebut diwarisi dari Rasulullah SAW. Dan pada saat itu mereka tidak percaya dengan syari'at yang dibawa oleh ulama yang ditajrih ini.

Saya tidak mengatakan bahwa setiap ulama adalah ma'shum, bahkan setiap manusia bisa melakukan kesalahan. Dan apabila engkau melihat seorang ulama melakukan kesalahan menurut pendapatmu, maka hubungilah beliau dengan telepon dan sampaikanlah pendapatmu. Jika jelas bagimu bahwa kebenaran adalah bersamanya maka engkau harus mengikutinya. Dan jika tidak jelas bagimu akan tetapi engkau mendapatkan alasan yang membolehkan ucapannya maka engkau harus menahan diri. Dan jika engkau tidak mendapatkan alasan terhadap pendapatnya maka peringatkanlah dia terhadap pendapatnya karena ngotot di atas kesalahan hukumnya tidak boleh. Akan tetapi engkau tidak boleh mentajrihnya dan ia seorang alim yang dikenal umpamanya dengan niat yang baik.

Apabila kita ingin mentajrih para ulama yang dikenal dengan niat yang baik karena kesalahan yang mereka lakukan padanya dari masalah fikih, niscaya kita akan mentajrih para ulama besar, namun yang wajib adalah yang telah saya sebutkan. Apabila engkau melihat seorang ulama melakukan kesalahan maka diskusi dan berbicaralah bersamanya. Bisa jadi bahwa kebenaran adalah bersamanya maka engkau harus mengikutinya atau kebenaran ada bersamamu maka ia yang harus mengikutimu. Atau tidak jelas dan jadilah perbedaan yang terjadi di antara kamu berdua adalah khilaf yang dibolehkan. Saat itu, engkau wajib menahan diri, ia mengatakan apa yang dia katakan dan engkau mengatakan apa yang engkau katakan.

Alhamdulillah, khilaf tidak hanya terjadi di masa sekarang. Khilaf sudah terjadi sejak masa sahabat hingga hari ini. Dan apabila sudah jelas kesalahan akan tetapi ia tetap bertahan terhadap pendapatnya, engkau harus menjelaskan kesalahan dan berjauh darinya. Akan tetapi bukan atas dasar mentajrih dan ingin membalas dendam, karena orang tersebut bisa jadi mengatakan pendapat yang benar pada masalah lain selain yang engkau perdebatkan.

Yang penting sesungguhnya saya memperingatkan kepada saudarasaudaraku dari bala dan penyakit ini. Aku memohon kepada Allah SWT untukku dan mereka kesembuhan dari segala hal yang menjelekkan kami atau membahayakan kami pada agama dan dunia kami.

Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Kitab Dakwah 5/2/61-64.

Hukum Aqad Nikah di Masjid

 Pertanyaan :

Ada satu hadits berbunyi :

Rasulullah salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Umumkanlah pernikahan ini, jadikanlah ia di masjid dan pukullah/tabuhlah rebana." Hadits ini membuat para pemuda di negeri/kota kami menjadi bingung tentang hukum nikah di masjid, apakah sunnah atau bid'ah?

      Kami ingin mengetahui status hadits ini, terutama sekali kalimat "jadikanlah ia di masjid," apakah melaksanakan aqad nikah di masjid termasuk sunnah atau bid'ah? Kami ingin mengetahui nama-nama kitab dan sanad dalam mentakhrij hadits ini.

      At-Tirmidzi mengatakan dalam kitab 'Fiqhus Sunnah' bahwa ia adalah hadits hasan, kami mengharapkan pendapatnya atas hal ini sehingga jelas hukumnya bagi manusia, karena mereka melaksanakan perayaan di masjidmasjid dan menganggapnya sebagai salah satu sunnah Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam.

Jawaban :

     Pertama, hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan sanadnya, ia berkata: 'Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', ia berkata: 'Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, ia berkata: 'Isa bin Maimun al-Anshari menceritakan kepada kami, dari al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Rasulullah shalallahu’alahi wasallam bersabda:
"Umumkanlah pernikahan ini, jadikanlah di masjid dan pukullah/tabuhlah rebana." Kemudian ia berkata: 'Ini adalah hadits hasan gharib dalam bab ini. Isa bin Maimun al-Anshari dha'if dalam hadits dan Isa bin Maimun yang meriwayatkan tafsir dari Ibnu Abi Najih adalah tsiqah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan dalam sanadnya adalah Khalid bin Ilyas, dan ia hadits munkar.

      Kedua, syari'at sangat menganjurkan untuk mengumumkan pernikahan. Adapun melaksanakan aqad nikah di dalam masjid maka bukan termasuk sunnah, dan hadits yang disebutkan bukan merupakan hujjah, bahkan ia adalah hadits dha'if karena dha'ifnya Isa bin Maimun al-Anshari dan Khalid bin Iyas.

      Wabillahit taufiq, semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Fatawa Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa (18/112).


Penyusun : Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

"The Greatest" Muhammad Ali dan Islam

Tahun berapapun Anda lahir, jika Anda menggemari tinju, nama Muhammad Ali tak akan pernah asing. Ali, dalam dunia tinju dianggap sebagai sosok besar karena sikap dan prestasinya di atas ring. Namun yang paling membuat ia sangat terkenal adalah karena ia seorang Muslim. Atau tepatnya ketika ia memutuskan menjadi seorang Muslim.




Sebelum masuk Islam, Ali menjuluki dirinya sendiri dengan “The Greatest” karena dia adalah petinju terbaik pada masanya. Bahkan para pengamat olah raga mengakuinya sebagai petinju terbaik abad itu. Sejarah tinju belum pernah mengenal petinju secepat dia. Dia berlaga dengan gesit di atas ring dan memukul KO lawannya, lalu berseru dengan bangga, “Akulah yang terbesar”. Akan tetapi setelah masuk Islam, dia membuang julukan ini, karena tidak sadar bahwa hanya ada satu yang terbesar di alam semesta ini.



Terlahir dengan nama Casius Mercelus Clay, setelah masuk Islam, ia mengganti namanya menjadi Muhammad Ali Clay.



Berikut adalah paparannya ketika masuk Islam. “Aku dilahirkan di Kentucky, Amerika Serikat. Daerah yang dikenal dengan ayam goreng khas yang memakai namanya, yang juga terkenal dengan perbedaan etnis yang kental.



Sejak kecil aku sudah merasakan perbedaan perlakuan ini karena aku berkulit coklat. Barangkali hal inilah yang mendorongku untuk belajar tinju agar bisa membalas perlakuan jahat teman-temanku yang berkulit putih. Dan karena aku mempunyai bakat serta otot yang kuat sehingga memudahkan jalanku.



Ketika belum genap berusia 20 tahun, aku sudah memenangkan pertandingan kelas berat di Olimpiade Roma tahun 1960.



Hanya beberapa tahun kemudian aku berhasil merebut juara dunia kelas berat dari Sony Le Stone dalam pertarungan paling pendek, karena hanya beberapa menit aku berhasil menjadi juara dunia. .



Dan di antara tepuk riuh para pendukung dan kilatan-kilatan alat kamera, aku berdiri didepan jutaan penonton yang mengelilingi ring dan kamera TV Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengganti namaku menjadi Muhammad Ali Clay.



Untuk memulai sebuah peperangan baru melawan kebatilan yang menghalangiku mengumumkan ke-Islaman-ku semudah ini.



Kepindahanku ke agama Islam adalah hal yang wajar dan selaras dengan fitrah-fitrah yang Allah ciptakan untuk manusia.



Kembaliku ke fitrah kebenaran membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berfikir, ini dimulai tahun 1960, ketika seorang teman muslim menemaniku pergi ke masjid untuk mendengarkan pengajian tentang Islam. .



Ketika mendengarkan ceramah, aku merasakan panggilan kebenaran memancar dari dalam jiwaku, menyeruku untuk menggapainya, yaitu kebenaran hakikat Allah, agama dan makhluk.



Perjalanan keimananku berlangsung bertahun-bertahun dalam bentuk perbandingan antara Islam dan Masehi, sebutah perjalanan yang berat, karena orang-orang disekitarku menghalangiku, kondisi masyarakatku rusak, kebenaran dan kebatilan bercampur aduk, ditambah lagi dengan doktrin gereja yang menggambarkan keadaan orang-orang muslim yang lemah dan terbelakang yang diakibatkan oleh ajaran Islam itu sendiri.



Tapi Allah memberiku petunjuk, dan menerangi jalan pilihanku sehingga aku dapat membedakan antara realita umat Islam sekarang dengan hakekat Islam yang abadi. .



Aku meyakini bahwa Islam membawa kebahagiaan untuk semua orang. Tidak membeda-bedakan warna kulit, etnis dan ras, semuanya sama dihadapan Allah azza wa jalla. .



Yang paling utama di sisi Tuhan mereka adalah yang paling bertakwa. Aku meyakini sedang berada didepan sebuah kebenaran yang tak mungkin berasal dari manusia.



Aku membandingkan ajaran Trinitas dengan ajaran Tauhid dalam Islam. Aku merasa bahwa Islam lebih rasional. .



Karena tidak mungkin tiga Tuhan mengatur satu alam dengan rapih seperti ini. Ini suatu hal yang mustahil terjadi dan tak akan memuaskan orang yang berakal dan mau berpikir.



Aku merasakan betapa orang-orang Islam menghormati Isa A.S. dan ibunya. Menempatkan mereka pada kedudukan yang sama. .



Ini hanya ada dalam Islam atau ajaran Nasrani yang masih murni, adapun yang diucapkan para pendeta dan pastur adalah kebohongan belaka.



Aku membaca terjemahan Al-Qur’an dan akupun bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang hak yang tidak mungkin dibuat oleh manusia. .



Aku mencoba bergabung dengan komunitas muslim dan aku mendapati mereka dengan perangai yang baik, toleransi dan saling membimbing. .



Hal ini tidak aku dapatkan selama bergaul dengan orang-orang Nasrani yang hanya melihat warna kulitku dan bukan kepribadianku.

Mimpi Disuruh Rasulullah Membaca Doa, Ulama pun Bebas dari Penjara

      Kisah ini terjadi di Ashbahan. Seorang ulama bernama Abu Bakar bin Ali difitnah dengan tuduhan keji hingga ia pun dijebloskan ke penjara.

      Abu Bakar Ar Razi menceritakan kisah itu. “Aku pernah tinggal di Ashbahan. Di sana ada ulama bernama Syaikh Abu Bakar bin Ali. Begitu alimnya, hingga seluruh fatwa diserahkan kepada beliau.” Namun, suatu hari Syaikh Abu Bakar difitnah dengan fitnah yang demikian keji. Penguasa kemudian menangkap dan menjebloskannya ke penjara.

      Berita ditangkapnya Syaikh Abu Bakar dengan cepat menyebar. Viral, dari mulut ke mulut. Dan bersamaan dengan itu, kerisauan menyebar dari hati ke hati.

      Bagaimana tidak risau, bukankah ulama adalah pewaris para nabi? Meninggalnya seorang ulama tidak lebih ringan daripada meninggalnya sebuah kabilah.

      Hilangnya seorang ulama tidak lebih kecil perkaranya daripada hilangnya sebuah wilayah dari peta dunia. Dipenjaranya seorang ulama tidak lebih sederhana urusannya daripada diblokadenya sebuah kota.

      Di tengah kesedihan umat seperti itu, Abu Bakar Ar Razi bermimpi. Ia bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. “Sampaikan kepada Abu Bakar bin Ali agar ia membaca doa al-karab (kesulitan) yang terdapat dalam Shahih Bukhari agar Allah melepaskannya dari kesulitan,” kata Rasulullah dalam mimpi tersebut.

      Keesokan harinya, Abu Bakar Ar Razi menceritakan mimpi itu kepada Abu Bakar bin Ali. Sebuah kegembiraan terpancar di wajah Abu Bakar bin Ali. Bagaimana tidak, seseorang mendapa salam dari Rasulullah adalah kebanggaan tersendiri. Menunjukkan kemuliaan dan ketinggian derajat seseorang.

      Lebih dari itu, Rasulullah juga memberikan solusi atas masalah yang menderanya. Rasulullah menunjukkan jalan keluar atas problem yang dihadapinya. Rasulullah mengajarkan doa yang paling tepat untuk dirinya.

      Abu Bakar bin Ali kemudian membaca doa itu. Dengan penuh keyakinan dan pengharapan, bahwa Allah pasti mengabulkan doanya.

      Ingin keselamatan dunia dan akhirat serta terbebas dari segala kesulitan? Baca doa selamat

      Dan benar, tak berapa lama setelah Abu Bakar bin Ali membaca doa itu, ia dibebaskan dari penjara. Ia kembali merdeka dan bebas mendakwahkan Islam kepada masyarakat. Ia kembali mengajarkan agamaNya kepada umat. [Muchlisin BK/Kisahikmah]

Sebaran Wisata di Nagari Sungai Pinang