3.2.
Batasan Wilayah Pesisir
Pertanyaan pertama yang sering muncul dalam
pengelolaan kawasan pesisir adalah bagaiman menentukan batas-batas dari suatu
wilayah pesisir (coastal zone).
Sampai sekarang belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian,
terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah
peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir
memiliki dua macam batas (boundaries)
yaitu; batas yang sejajar garis pantai (longshore)
dan batas yang tegak lurus tehadap garis pantai (cross-shore). Untuk keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas
wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif mudah, misalnya batas
wilayah pesisir antara Sungai Brantas dan Bengawan Solo, atau batas wilayah
pesisir Kabupaten Kupang adalah antara Tanjung Nasikonis dan Pulau Sabu, dan
batas wilayah pesisir DKI Jakarta adalah antara Sungai Dadap di sebelah barat
dan Tanjung Karawang di sebelah timur.
Penetapan batas-batas wilayah pesisir yang tegak lurus
terhadap garis pantai sejauh ini belum ada kesepakatan. Dengan kata lain batas
wilayah pesisir berbeda dari satu negara dengan negara yang lain. Hal ini dapat
dimengerti karena setiap negara memiliki karakteristik lingkungan, sumberdaya
dan sistem pemerintahan tersendiri (khas). Dalam menentukan batas ke arah darat
dan ke arah laut dari suatu wilayah pesisir. Pada suatu ektrim, suatu wilayah
pesisir dapat meliputi suatu kawasan yang sangat luas mulai dari batas lautan
(terluar) ZEE sampai daratan yang masih dipengaruhi oleh iklim laut. Pada
ektrim lainya, suatu wilayah pesisir hanya meliputi kawasan peralihan antara
ekosistem laut dan daratan yang sangat sempit, yaitu dari garis rata-rata
pasang tertinggi sampai 200 m ke arah darat dan ke arah laut meliputi garis
pantai pada saat rata-rata pasang terendah. Batasan wilayah pesisir yang sangat
sempit ini dianut oleh Costa Rica. Sementara itu, negara-negara lain mengambil
batasan wilayah pesisir di antara kedua ektrim tersebut.
Batas wilayah pesisir ke arah
daratan pada umumnya adalah jarak arbitler
dari rata-rata pasut tinggi ( mean high
tide) dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas jurisdiksi
propinsi. Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah daratan dari suatu
wilayah pesisir dapat ditetapkan
sebanyak dua macam., yaitu batas untuk wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah
pengaturan (regulation zone) atau
pengelolaan keseharian (day-to-day management).
Wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah dataran (hulu) apabila
terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara
nyata (significant) terhadap
lingkungan dan sumberdaya yang ada di pesisir. Oleh karena itu batas wilayah
pesisir ke arah darat untuk kepentingan perencanaan (planning zone) dapat sangat jauh ke arah hulu, misalnya Kota
Bandung untuk kawasan pesisir dan DAS Citarum. Jika suatu program pengelolaan
wilayah pesisir menetapkan dua batasan wilayah pengelolaannya (wilayah
perencanaan dan wilayah pengaturan), maka wilayah perencanaan selalu lebih luas
daripada wilayah pengaturan.
Pengertian wilayah
pesisir yang disepakati dalamrapat koordinasi BAKOSURTANAL , 1990 adalah suatu
jalus saling pengaruh anatara darat dan lautan, yang memiliki ciri geosfer yang
khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik laut dan sosial
ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses alami serta akibat
kegiatan manusia terhadap lingkungan di darat. Batas wilayah pesisir ke arah
daratan tersebut ditentukan oleh; (a) pengaruh sifat fisik air laut, yang
ditentukan berdasarkan seberapa jauh pengaruh air laut, seberapa jauh flora
yang suka akan air akibat pasang tumbuh (water
loving vegetation) dan seberapa jauh pengaruh air laut ke dalam air tanah
tawar, (b) pengaruh kegiatan bahari (sosial), seberapa jauh konsentrasi ekonomi
bahari (desa nelayan) sampai ke arah daratan (Sutikno, 1993).
Istilah pesisir
dalam bahasa jawa berasal dari kata pacigcig (bahasa astronesia kuno) yang
berarti tempat berpasir atau tepi pantai yang berpasir (MohamadNgafenan, 1987,
dalam Sunarto, 1989). Menurut Aprilani Sugiarto (1986) yang dimaksud dengan
wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara daratan dan laut (dalam John
Pieries, 1988). Bird (1969) berpendapat bahwa wilayah pesisir mintakat yang
lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut (shore) yang meluas ke arah daratan hingga batas pengaruh marin
masih dirasakan.
Menurut Sugiarto (1976)
mendefinisikan wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah
pertemuan antara darat dan laut, kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian
daratan, baik yang kering maupun yang terendam air, yang masih dipengaruhi oleh
sifat-sifat laut seperti pasang-surut, angin laut, dan perembesan air asin,
sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar, maupun disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran. Definisi wilayah pesisir di atas memberikan
suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan
mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling
berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar,
wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan
manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung
berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir.
Menurut kesepakatan internasional
terakhir, wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara daratan
dan laut, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan
air laut atau pasang-surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley et al.,
1994, dalam Dahuri, 2001). Dalam Rapat Kerja Nasional Proyek MREP (marine resource evaluation and planning
atau perencanaan dan evaluasi sumberdaya kelautan) di Manado,1-3 Agustus 1994,
telah ditetapkan bahwa batas ke arah laut suatu wilayah pesisir adalah sesuai
dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan Pantai Indonesia (PLPI)
dengan skala 1: 50.000 yang telah diterbitkan oleh Bnadan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Sedangkan batas ke arah darat adalah mencakup
batas administratif seluruh desa pantai (sesuai dengan ketentuan Direktorat
Jenderal Pekerjaan Umum dan otonomi daerah, Departemen Dalam Negeri) yang
termasuk ke dalam wilayah pesisir MREP. Adapun beberapa alternatif penentuan
batas ke arah laut dan darat suatu wilayah pesisir dapat dilihat pada Tabel
1.1., dan Tabel 1.2.
Tabel
1.1. Beberapa Alternatif Penentuan Batas Ke Arah Laut Dan Darat Suatu Wilayah
Pesisir
Batas ke arah laut
Batas ke arah darat
|
Rata-rata
pasang terendah (MTL) atau rata-rata pasang tertinggi (MHT)
|
Jarak
secara atbitrer ke arah laut dari garis batas pasang surut
|
Batas
antara jurisdiksi propinsi dengan nasional1)
|
Sama
dengan batas laut teritorial2)
|
Tepi
lautan dari paparan benua3)
|
Batas
lautan dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)4)
|
Jarak
secara arbitrer ke arah darat dari garis pasang-surut
|
Costa
Rica (MLT)
|
Srilangka,
Brazil dan Israel
|
California
(1972-1976)
|
Spanyol
|
Greet
barrier marine Park Authority
|
Program
pengelolan laut Srilangka, Belanda, dan Swedia
|
Batas
daratan menurut ketepatan pemerintah tingkat propinsi
|
Australia
Barat (MLT)
|
|
Negara
Bagian Washington (untuk perencanaan)
|
|
|
|
Suatu
lokasi dimana dampak negatif penting disini, masih mempengaruhi wilayah
pesisir
|
|
|
US
Coastal Zone Act
California
(sejak 1976)
|
|
|
|
Batas
daratan yang dipengaruhi oleh iklim laut
|
|
|
|
|
|
|
Sumber:Dimodifikasi dari Sorensen dan Mc.
Creary (1990), dalam Dahuri dkk (2001)
Keterangan:
- dalam banyak hal batas jurisdiksi antara
pemerintah propinsi dan nasional (pusat) sama dengan garis batas laut
teritorial
- biasanya antara 3-12 mil laut dari garis
dasar (coastal base line) garis
dasar adalah suatu rangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik
terluar pulau, semenanjung, dan tanjung yang dimiliki oleh suatu negara
- di beberapa lokasi, tepi lautan dari paparan
benua dapat melebihi 200 mil laut dari garis pantai
- ZEE meliputi daerah lautan 200 mil laut dari
garis dasar, atau tepi lautan dari paparan benua, tergantung mana yang
lebih jauh
- batas ke arah darat dari wilayah pesisir
suatu propinsi (pemerintah lokal) seringkali lebih jauh ke arah darat daripada suatu
lokasi dimana dampak negatif penting dapat ditimbulkan terhadap wilayah
pesisir.
MLT: mean low tide
MHT: mean high tide
Tabel 1.2. Batas ke
Arah Darat dan ke Arah Laut Wilayah Pesisir yang Telah Dipraktekan di Beberapa
Negara atau Negara Bagian
No
|
Negara/Negara
Bagian
|
Batas
ke Arah Darat
|
Batas
ke Arah Laut
|
1
|
Brazilia
|
2
km dari garis garis PTR
|
2
km dari garis garis PTR
|
2
|
California
·
1972-1976
·
1977-sekarang
|
·
1.000 m dari garis PTR
·
Batas abitrer tergantung isu
pengelolaan
|
3
mil laut dari garis GD
3
mil laut dari garis GD
|
3
|
Costa
Rica
|
200
m dari garis PTR
|
Garis
pantai saat PRR
|
4
|
Cina
|
10km
dari PTR
|
Sampai
kedalaman laut/isobath 15m
|
5
|
Ekuador
|
Batas
arbitrer tergantung isu pengelolaan
|
BL
|
6
|
Israel
|
1-2
km tergantung sumberdaya dan jenis lingkungan
|
500
m dari garis pantai saat PRR
|
7
|
Afrika
Selatan
|
1km
dari garis PTR
|
BL
|
8
|
Australia
Selatan
|
100 km dari garis PTR
|
3
mil laut dari garis GD
|
9
|
Queenland
|
400 m dari garis PTR
|
3
mil laut dari garis GD
|
10
|
Spanyol
|
500 m dari garis PTR
|
12
mil laut /batas perairan teritorial
|
11
|
Washington
·
batas perencanaan
·
batas pengeturan
|
· batas
darat dari negara pantai
61
m dari garis PTR
|
3
mil laut dari garis GD
3
mil laut dari garis GD
|
Sumber: Sorensen dan Mc. Creary
(1990), dalam Dahuri dkk (2001)
Keteranagan:
PTR:
pasut tinggi rata-rata (mean high tide
PRR:
pasut rendah rata-rata (mean low tide)
GD
: garis dasar ( coastal baseline)
BL
: belum ditetapkan
Jika tujuan pengelolaan
adalah untuk mengendalikan atau menurunkan tingkat pencemaran perairan pesisir
yang dipengaruhi oleh aliran sungai, maka batas wilayah pesisir ke arah darat
hendaknya mencakup suatu daratan DAS (daerah aliran sungai), dimana buangan
limbah disini akan mempengaruhi kualitas perairan pesisir. Sedangkan batas ke
arah laut hendaknya meliputi daerah laut yang masih dipengaruhi oleh pencemaran
yang berasal dari darat tersebut, atau suatu daerah laut dimana kalau terjadi
pencemaran (misalnya tumpahan minyak), minyaknya akan mengenai peairan pesisir.
Batasan wilayah pesisir yang sama berlaku, jika tujuan pengelolaannya adalah
untuk mengendalikan laju sedimentasi di wilayah pesisir akibat pengelolaan
lahan atas yang kurang bijaksana seperti penebangan hutan secara semena-mena
dan bertani pada lahan kemiringan lebih dari 40%. Jika tujuan pengelolaan
wilayah pesisir untuk mengendalikan erosi (abrasi) pantai, maka batas ke arah
darat cukup hanya sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,
dan batas ke arah laut adalah daerah yang terkena pengaruh distribusi sedimen
akibat proses abrasi, yang biasanya terdapat pada daerah pemecah gelombang (breakwater zone) yang paling dekat
dengan garis pantai. Dengan demikian, meskipun untuk kepentingan pengelolaan
sehari-hari (day-to-day management)
kegiatan pembangunan di lahan atas atau di laut lepas biasanya ditanani oleh
instansi tersendiri, namun untuk kepentingan perencanaan pembangunan wilayah
pesisir segenap pengaruh-pengaruh atau keterkaitan tersebut harus dimasukan
pada saat menyusun perencanaan pembangunan wilayah pesisir. Adapun gambaran
tentang batasan wilayah pesisir dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1.
Batas Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Program Pengelolaan Lautan yang
berlaku Sekarang dan Untuk Masa mendatang (Sorensen dan Mc. Creary (1990), dalam
Dahuri dkk (2001)
I.
Pertanyaan/Tugas
1. jelaskan definisi wilayah
pesisir dan lautan berdasarkan tujuan pengelolaan dan pengaturan?
2. jelaskan batasan wilayah
pesisir jika tujuan pengelolaan wilayah pesisir untuk penanggulan bencana
sedimentasi di wilayah pesisir dan pantai?
3. jelaskan maksud dari
pengelolaan wilayah laut dan pesisir secara berkelanjutan?
4. jelaskan dengan gambar wilayah
pesisir berdasarkan batasan secara vertikal dan horizontal?
5. jelaskan batasan wilayah pantai
berserta gambaran tentang wilayah yang termasuk bagian dari pantai?
II. Sumber
Dahuri, H.,
Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.j., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta
Sorensen ,J.C.
and Mc. Creary, 1990. Coast:
Institutional Arrangements for Managing Coastal Resources. University of
California of Barkeley
Sutikno, 1993. Kharakteristik Bentuk dan Geologi Pantai
di Indonesia. Diklat PU WIL. III Direktorat Jendral Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta
Sugiarto,A.1976.
Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Lembaga Oseanologi Nasional. Jakarta
Sunarto, 1989.
Abrasi dan Akresi Pantai Jepara Ditinjau Secara Morfogenetik. Fakultas
Geografi, UGM. Yogyakarta
No comments:
Post a Comment