3.1.
Penentuan Dinamika Pantai
Dinamika
pantai merupakan suatu proses alamiah untuk menuju keseimbangan alamiah, karena
proses yang terjadi pada suatu tempat juga terjadi pada tempat lain. Jika suatu
tempat mengalami erosi pantai maka di tempat lainnya akan mengalami deposisi
atau sedimentasi. Indonesia terletak di daerah iklim tropis basah, sehingga
proses pelapukan, erosi pada lahan atas aktif. Proses tersebut akan
menghasilkan muatan sedimen yang diangkut oleh air sungai cukup besar dan
bervariasi. Sudah barang tentu hasil sementasi yang mencapai pantai akan
berpengaruh besar terhadap perkembangan garis pantai dan lingkungan pantainya.
Sutikno (1993) menyatakan pertumbuhan pantai di indonesia
bagian barat sangat bervariasi. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan (a) muara Jambi (1822-1922) = 75 m/th, (b)
muara sungai Kwantan (1600-1922) =360 m/th, (c) pantai Semarang = 8-12 m/th,
(d) delta Bodri (1913-1929) =200 m/th, (e) Sungai Landak kalimantan Barat =110
m/th, (f) sungai Cimanuk =108 m/th, (g) pantai sumatera Timur rata-rata =125
m/th, (h) pantai Utara Jawa =200 m/th disamping itu yang tererosi 10-20
m/th. Faktor yang mempengaruhi pebedaan
pertumbuhan atau dinamika pantai tersebut adalah; ukuran sungai, ukuran daerah
aliran sungai, volume silt yang
terangkut, arus memanjang pantai, badai, topografi dasar laut, konfigurasi
dasar laut, tektonik dan vulkanik, vegetasi (land use).
Dinamika atau pertumbuhan
pantai dapat diidentifikasi melalui beberapa cara, yaitu;
- melalui
interpretasi foto udara dan atau citra penginderaan jauh (Landsat, Spot),
- melalui
analisis peta tematik yang ada,
- melalui
pengamatan dan pengukuran lapangan.
Pengukuran dinamika
pantai melalui interpretasi foto udara dapat dilakukan dengan menggunakan foto
udara multi temporal, baik foto udara berwarna maupun foto udara pankromatik
dengan skala yang sama. Foto udara tersebut dioverlaykan kemudian diamati
dinamika pantainya, yaitu meliputi perkembangan muara sungai atau estuaria,
garis pantai (shore line), akresi,
abrasi/erosi pantai, arah muatan sedimentasi dari sungai. Foto udara sering
digunakan untuk interpretasi dinamika pantai untuk daerah yang sempit dengan
skala yang lebih besar. Sedangkan penggunaan citra satelit sering digunakan
untuk pengamatan dinamika pantai untuk daerah yang luas dengan skala yang
relatif kecil. Pengamatan dinamika pantai melalui citra satelit ini biasanya
dilakukan dengan bantuan perangkat komputer dengan soft ware pengolah citra seperti Ermapper, Envi, dan Ilwis. Pengamatan dilakukan
terhadap dinamika pantai tersebut dilakukan dengan mengubah komposit saluran
yang digunakan pada soft ware
pengolah citra (image prosesing).
Pengamatan dinamika
pantai melalui analisis peta tematik tertentu dapat dilakukan menggunakan peta
tematik multi temporal yang memiliki skala yang sama, misalnya dengan
menggunakan peta topografi terbitan Jantop, 1985 sebagai peta dasar dengan peta terbitan
Belanda yaitu tahun 1943. Untuk pengamatan dinamika pantai tersebut biasanya
digunakan titik kunci sebagai pengontrol koordinat geografis di lapangan. Titik
kontrol di lapangan tersebut biasanya dalam bentuk bangunan atau persimpangan
jalan, dan monument. Kedua peta
tematik tersebut di overlaykan kemudian diamati dinamika atau perubahan
terhadap garis pantainya, yaitu luasan perubahan garis pantai terhadap daratan,
jarak garis pantai terhadap titik kontrol lapangan dalam satuan meter (m) atau
kelometer (km).
Pengamatan dinamika
pantai melalui pengamatan dan pengukuran lapangan dapat dilakukan dengan
pendekatan geomorfologi yaitu pengamatan satuan lahan (land unit) pada lahan pantai. Menurut Sutikno (1993) pendekatan
satuan lahan (land unit) dapat
digunakan untuk dasar evaluasi suatu lahan pantai untuk tujuan tertentu.
Kerangka dasar dalam penyusunan satuan lahan (land unit) adalah bentuklahan, yang nantinya digunakan sebagai
satuan evaluasinya. Unsur yang digunakan untuk membuat satuan bentuklahan
adalah proses, material, dan relief. Pada daerah pantai, ketiga aspek
bentuklahan tersebut dapat diidentifikasi dari foto udara atau citra
penginderaan jauh. Satuan lahan (land
unit) dapat dibuat dengan membagi satuan bentuklahan, lereng, tanah, dan
vegetasi. Atas dasar veriabel-veriabel tersebut dapat diketahui bahwa setiap
satuan lahan mempunyai kemiripan karakteristik. Kemiripan karakteristik dalam
satuan lahan dapat dijadikan dasar untuk penilaian terhadap aspek lingkungan
fisik. Satuan lahan (land unit) di
daerah pantai dapat dibedakan menjadi dua arah, yaitu tegak lurus terhadap
pantai, dan paralel terhadap garis pantai. Mintakat yang tegak lurus terhadap
pantai meliputi; backshore, foreshore, offshore, swash, I, dan
pecahnya gelombang, sedangkan mintakat yang paralel terhadap garis pantai
meliputi; head/land, barrier, spit, pulau penghalang, rataan pasang-surut, longsor bars, berm, dan dand dune. Sebagai contoh penggunaan
karakteristik satuan lahan (land unit)
untuk menganalisis dinamika pantai dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel
5.1. Relationship between terrain Unit
and various Terrain Characteristics
Terrain
Unit
|
Terrain
Characteristics
|
||||||
Code
|
Name
|
Relief-morphology
|
Processes
|
Rock
Type
|
Soil
|
Hydrologic
Situation
|
Vegetaion-
Land Use
|
a
|
Beaches
|
Almost
flat terrain, gently sloping towards the sea
|
|
Mud,
sand or pebbles in tropical countries, beach rock may be formed by
sedimentation of the clastic material
|
No
soil development
|
Rain
or sea water may be ponded and graound water may seep out mear the scarp with
the hinterland incidewntly
|
Typical
absence of vegetation: no agriculture, fish ponds or salt pans may be pound
in a tropical environmental
|
a-1
|
Muddy,
sandy, pebbly
|
Smooth
surface
|
Active
marine aggradation may be more predominant than degradation
|
Mud,
sand, or pebbles in tropical countries, beach rock may be formed by
sedimentation of the clastic materials
|
|
|
|
a-2
|
Rocky
|
Frequntly
rough surface
|
Active
marine degradation is predominant
|
All
kind of rock
|
|
|
|
b.
|
Beach
ridges
|
Elongated
ridges, more or less parallel to one another, varying to height. The surface
may be smooth, or irrigular if eroded or reworked by wind action. Elongated,
almost flat bottomed depressions may separate the ridge
|
In
general , slow denudational processed. If unvegetated and strong wind action,
deflation will be active, transforming the ridges into coastal dunes. The
interridge depressions may be flooded from time to time
|
Basically
sand, but gravel and shells may be included or dominante. The interridge
depressions may contain finer sediments.
|
Young
beach ridges may have a vary limited soil development.older ridges,
especially in the humid tropics, may have deep soils. The interridge
depressions may display soil development
|
In
principle, in drained ground water may be available, particularly in intensive
beach ridge complexes. The interridge depressions are frequently wet
|
Cover
of natural vegetation typically ranges from open to dense. In the humid
tropics the (older) ridges are the best places to live and are used for
gardening, etc. The interridge depressions are densely vegetated or in
agriculture use (e.g. rice in the propics).
|
c.
|
Coastal
dunes
|
Sloping
to steeply sloping, irrigular terrain.
|
Wind
action is the dominant process, sand is blown away or silted up, depending on
the vegetation cover.
|
Sand,
maybe some small pebbles or shell fragments
|
Initial
soil development, depending on the age of dunes and the climate (see b)
|
Basically
well drained. In the depressions (blowwn outs) ground water may be near or at
the surface; an aquifer may be found
|
Cover
of natural vegetation typically range from open (wind-active parts) to dense
(inactive parts; depressions). Agriculture mostly absent
|
Sumber:
Sutikno, 1993
Pengukuran dinamika
pantai di lapangan dapat dilakukan dengan mengukur beberapa karakteristik suatu
pantai yang mempengaruhi kecepatan laju dinamika pantai (Pethick 1984). Karakteristik fisik pantai yang diukur di lapangan yaitu, berupa:
1. panjang gelombang (L)
panjang gelombang
di daerah pantai dapat diukur dengan menggunakan formula:
L=
(gT2/2π)x r .............................................................................................. (1a)
Atau
L=
1,56 T2 .................................................................................................... (1b)
2.untuk mengetahui kecepatan
gelombang (c) digunakan formula sebagai berikut:
c=
L/T ......................................................................................................... (2a)
atau
c = 1,56 T ............................................................................................. (2b)
untuk
perairan dalam C = gT/2 π ................................................................... (2c)
3. untuk mengetahui energi
gelombang (E) digunakan formula sebagai berikut:
E
= 1/8 ρgH2 ................................................................................................................................................................................................... (3)
4. untuk mengetahui indeks hempasan gelombang
digunakan formula sebagai berikut:
I
= Hb /gm T2 ................................................................................................................................................................................................. (4)
5. untuk mengetahui kecepatan arus sepanjang
pantai (longshore curreent) (v)
digunakan formula sebagai berikut:
v
= 20,7 tgβ (gHb ) 1/2 sin 2αb ................................................................................................................................................... (5a)
atau
vt = 1,19 (g x Hb) ½ sin αb cos αb ....................................................................................................................... (5b)
6. untuk mengetahui laju angkutan atau
transportasi sedimen (Q) digunakan formula
Q
= 1,646 x 106 Hb2 ............................................................................................................................................................................. (6)
Atau
total angkutan sedimen Q = 6,8 Pe ....................................................... (6b)
7. untuk menentukan kecepatan angin pada
ketinggian 10 m digunakan formula sebagai berikut:
U10
=U(z) (10/z) 1/7 ....................................................................................... (7)
8. untuk menentukan kecepatan angin di muka laut
digunakan formula sebagai berikut:
U
= RT x RL (U10); U = Uw ............................................................................................................................................................ (8)
9. untuk menentukan tinggi gelombang digunaka
formula sebagai berikut:
H
= 0,031(U)2 ............................................................................................................................................................................................... (9)
10. untuk menentukan periode gelombang digunakan
formula sebagai berikut;
T
= √ (2π L/g)atau T2 = 2π L/g ...................................................................... (10)
11. untuk menentukan tinggi hempasan gelombang
digunakan formula sebagai berikut;
Hb
= 0,39 x g 1/5 (T x H2) 2 /5 ................................................................................................................................................... (11)
12. untuk menentukan amplitudo gelombang digunakan
formula sebagai berikut;
a
= ½ H ....................................................................................................... (12)
13. untuk menentukan kekuatan gelombang digunakan
formula sebagai berikut;
Pe
= (ECn) sin αb cos αb
14. untuk mengetahui faktor penentu akresi atau
erosi/abrasi pantai digunakan formula:
G0
= {(H0/L0) + tgδ}0,27 (d50 /L0)-0,67
................................................................... (14)
Keterangan:
L
: panjang gelombang (m)
T : periode gelombang (detik)
z : ketinggian pengukuran kecepatan
angin (m)
U : kecepatan angin terkoreksi di muka
laut (m/dt)
RT :faktor koreksi,
dipengaruhi oleh beda suhu laut dan udara, dicari dari grafik/nomogram (jika
tidak ada data suhu, diasumsikan RT =1,1)
RL :faktor koreksi, dipengaruhi oleh letak
anemometer, dicari dari grafik/nomogram (jika letak anemometer dekat pantai,
nilai RL =1,1)
H : tinggi gelombang (m)
F : fetch
(jarak antara timbulnya angin hingga lokasi gelombang) dalam km
a : amplitudo gelombang
g : kecepatan gravitasi (9,8 m/dt2)
π : 3,14159
vt : kecepatan arus sepanjang pantai
(m/dt)
C : kecepatan gelombang pada perairan
dalam (m/dt)
Pe : kekuatan gelombang (watts/meter)
E : energi gelombang
Ρ : berat jenis air laut (1,025 kg/m3)
n : fungsi kedalaman air (0,5 untuk air
dalam; 1 untuk air dangkal)
αb : sudut datang hempasan (derajat 00)
Q : total angkutan sedimen (m3/hari)
Hb : hempasan
Ho : tinggi gelombang maksimum di lapangan
(m)
Lo : panjang gelombang
D50 : median ukuran butir atau ukuran
persentil ke-50 dari sampel sedimen
Β : sudut lereng dasar tepi pantai =
sudut lereng gisik (derajat
Go : faktor penentu akresi atau erosi
pantai (tanpa satuan)
Untuk menentukan besaran mean,
standar deviasi, dan skewness atau
kemencengan dari sampel sedimen marin digunakan formula sebagai berikut:
μ= mean
ukuran butir
Standar
deviasi ukuran butir
Kemencengan (skewness)
Jika Go < 0,0556, maka pantai mengalami
erosi
Jika
Go > 0,1111, maka pantai mengalami akresi
Jika
0,0556 ≤ 0,1111, maka pantai berada dalam suatu keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium).
Adapun hasil pengukuran
lapangan yang pernah dilakukan di Pantai Krakal, Pantai Drini dan Pantai
parangkusumo dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Hasil Pengukuran dan
Perhitungan Parameter Gelombang
No
|
Parameter
Gelombang
|
Pantai
Krakal
|
Pantai
Drini
|
Pantai
Parangkusumo
|
1.
|
Periode
panjang gelombang (T): detik
|
13,25
|
11
|
1,5
|
2.
|
Tinggi
gelombang (H):meter
|
1,5
|
1,5
|
1,75
|
3.
|
Tinggi
hempasan gelombang (Hb):meter
|
1,75
|
1,75
|
19%=0,19
|
4.
|
Kemiringan
dasar pantai/gisik (m):% (tgα dalam 0)
|
21,7%=0,217
|
22,5%=0,225
|
10,8
|
5.
|
Sudut
lereng gisik (β): 0
|
12,3
|
12,6
|
15-20
|
6.
|
Sudut
antara puncak gelombang dengan garis pantai (αb): 0
|
15-20
|
25-30
|
10,8
|
7.
|
Sudut
kemiringan tepi pantai (δ):0
|
12,3
|
12,6
|
|
8.
|
Kecepatan
angin :cm/dt
|
1,37
|
6,6
|
|
9.
|
Arah
angin
|
1100NE
|
|
|
10.
|
Arah
arus sepanjang pantai
|
2380NE
|
|
|
Sumber: Damayanti, 2001
Hasil pengukuran dan
perhitungan data lapangan tentang
parameter gelombang dapat dilihat pada Tabel 5.3 sebagai berikut:
Tabel 5.3. Hasil Perhitungan
Parameter Gelombang
No
|
Parameter Gelombang
|
Pantai Krakal
|
Pantai Drini
|
Muara Opak
|
1.
|
Panjang
gelombang (L): meter
|
273,87
|
188,76
|
156
|
2.
|
Energi
gelombang (E): joule
|
2828,04
|
2828,4
|
2828,04
|
3.
|
Indeks
hempasan gelombang (I)
|
0,004
|
0,006
|
0,0025
|
4.
|
Kecepatan
arus sepanjang pantai (v) :m/dt
|
9,3-11,96
|
9,65-12,4
|
8,15-10,47
|
5.
|
Laju
angkutan sedimen/transportasi sedimen (Q) : x 106m3/th
|
5,04
|
5,04
|
5,04
|
6.
|
Faktor
penentu akresi atau erosi/abrasi (Go)
|
686,71
|
767,52
|
191,71
|
Sumber: damayanti, 2001
Dari data di atas
dapat dilihat bahwa Pantai krakal, Pantai Drini, dan Pantai Parangkusumo atau
di Muara Kali Opak mengalami akresi. Hal ini dapat dilihat dari nilai faktor
penentu akresi atau erosi/abrasi (Go) > 0,1111. akresi ini menunjukkan bahwa
ketiga pantai di atas mengalami penambahan daratan karena adanya sedimen yang
terangkut oleh gelombang, arus, dan pasang surut air laut. Sedangkan untuk
menentukan sumber sedimen pantai dapat dilihat dari ukuran butir sedimen
tersebut. Jika sedimen pantai berbentuk bulat dan berupa bahan andesit hal ini
menunjukkan bahwa sumber sedimen berasal dari daratan, sedangan jika butiran
sedimen tersebut berbentuk pipih dan memanjang serta adanya sisa kulit binatang
laut hal ini menunjukkan bahwa sumber sedimen tersebut berasal dari dasar laut
yang terbawa oleh arus, gelombang, pasang surut air laut.
I.
Pertanyaan/Tugas
1. jelaskan teknik pengukuran
dinamika pantai dengan menggunakan foto udara?
2. jelaskan teknik pengukuran
dinamika pantai denga pengukuran di lapangan?
3. menginterpretasikan material
penyusun pantai?
II. Sumber
Anonimus,1995.
Membuka Era Pemanfaatan Sumberdaya Laut dan Pantai Dalam 25 Tahun ke Dua
(Seminar Sehari Kelautan tanggal 22 Juni 1995. kantor Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup & environmental
management in Indonesia (EMDI), Jakarta
Dahuri, H.,
Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.j., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta
Damayanti
Astrid, 2001. Karakteristik Beberapa
Pantai Potensial di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Geografi, No 2, pp
8-17, Universitas Indonesia, Jakarta
Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup, 1997. Ringkasan Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional
untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup,
Jakarta
Pethick John,
1984. An Introduction to Coastal Geomorphology, Edward Arnold, Mariland
Sutikno, 1993. Kharakteristik Bentuk dan Geologi Pantai
di Indonesia. Diklat PU WIL. III Direktorat Jendral Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta
No comments:
Post a Comment